Rabu, 12 Januari 2011

PERDAGANGAN DAN LINGKUNGAN

Meningkatnya integrasi perekonomian dunia melalui perdagangan bebas dan aliran modal telah menimbulkan friksi (perbedaan) di antara negara-negara di dunia karena perbedaan regulasi domestik. Bahkan ketika batas wilayah pengawasan modal dan perdagangan semalcin demikian tipis maka perbedaan peraturan domestik akan berdampak pads hilangnya batas antarnegara. Regulasi tentang lingkungan merupakan masalah klasik dalam konflik ini dan merupakan topik utama dalam setiap diskusi dan konflik yang ada sejak awal tahun. 1990-an. Peningkatan perhatian pads regulasi domestik dan dampaknya pads perdagangan dilakukan secara terus-menerus sehingga perhatian terhadap lingkungan dunia juga meningkat. Titik temu dari kedua tree ini, yaitu globalisasi dan perhatian terhadap lingkungan, telah memfokuskan perhatian pads interaksi dari keduanya.
Regulasi tentang lingkungan bukanlah satu-satunya kebijakan domestik yang memiliki konsekuensi perdagangan. Pada bab terdahulu disebutkan bahwa pengkajian terhadap kebijakan harga di sektor pertanian dan pendapatan dibicarakan melalui Putaran Uruguay (GATT). Contoh kebijakan domestik lainnya yang memiliki konselcuensi perdagangan adalah undang-undang antimonopoli dan standar ketenagakeijaan yang berdampak pads struktur biaya perusahaan domestik dan selanjutnya pads pola perdagangan. Negara-negara tidak hanya tertarik pads kebijakan politik yang dimilikinya tetapi juga pads kebijakan yang dimilild oleh partner dagang mereka. Meningkatnya integrasi ekonomi di antara negara-negara tersebut telah menimbulkan konflik mengenai masalah-masalah domestik dan tuntutan untuk lebih harmonis, khususnya mengenai kebijakan lingkungan.
Bab ini membahas bagaimana masalah yang berhubungan dengan lingkungan dapat mempengaruhi diskusi tentang perdagangan, negosiasi dan kebijakan. Perdagangan dan lingkungan merupakan isu yang krusial scat ini karena meningkatnya pendapatan dan adanya tuntutan akan standar lingkungan yang lebih tinggi seining dengan meningkatnya pendapatan.' Bab ini juga memuat banyak contoh tentang bagian mana dari bumf yang tidak mampu lagi berasimilasi dan memproses polusi. Dampak mengerikan dari degradasi lingkungan terhadap ekonomi dapat dilihat dari aliran bahan kimia di Eropa Banat dan bekas Uni Soviet, kabut asap di Los Angeles, lubang di lapisan ozon dan dampak sejenis lainnya. Contoh-contoh ini dan contoh-contoh lainnya telah mem¬buktilcan bahwa kerusakan lmgkungan yang parch menyebabkan penderitaan pads manusia dan meningkatkan risiko penyakit di mass yang akan datang.
Diskusi difokuskan pads konflik yang tet adi antara komunitas perdagangan bebas dengan para pemerhati lingkungan dunia, bagaimana konflik ini berinteraksi dengan persetujuan GATT, apa yang ditemukan berdasarkan analisis ekonomi tentang isu perdagangan dan lingkungan, bagaimana konflik ini diselesailcan selama NAFIA dan negosiasi Putaran Uruguay, dan akhimya bagaimana konflik antara perdagangan dan lingkungan dapat diselesaikan di mass yang akan datang.
Hubungan antara Pendapatan dan Polusi
Grossman dan Krueger (1993) menemukan bahwa terdapat hubungan berbentuk U antara pendapatan dan polusi, yang mencapai puncaknya pads tingkat pendapatan sebesar $5.000 per kapita. Oleh karena itu bagi negara dengan pendapatan per kapita di atas $5.000, peningkatan pendapatan juga akan meningkatkan tuntutan akan adanya jasa¬jasa lingkungan. Hal ini umum ditemukan oleh para peneliti, meskipun masih banyak perdebatan mengenai kepastian hubungan antara tingkat pendapatan dengan polusi itu.
Eksternalitas lingkungan timbul karena konsumsi atau produksi privat memiliki dampak ekstemal terhadap aspek yang lain (contoh, bila suatu tanaman disiram dengan air yang telah tercemar selama proses produksinya). Dalam hal ini biaya atau keuntungan privat berbeda dengan biaya atau keuntungan sosial sehingga terjadi efek spillover (spillover effects) pada masyarakat. Ekstemalitas lingkungan dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu lokal, transnasional dan global. Eksternalitas lokal hanya mempengaruhi negara di mana produksi dan konsumsi berlangsung dan biasanya negara diberi kesempatan untuk mengkaji ulang masalah ini. Ekstemalitas transnasional ter adi ketika produksi atau konsumsi di suatu negara menghasilkan spillover effects sampai ke perbatasan negara lain. Air yang tercemar dapat masuk ke negara asing sehingga beberapa biaya sosial yang berhubungan dengan polusi hares dipikul negara, lain. Eksternalitas global tedadi ketika produksi dan konsumsi suatu negara berpengaruh negara lain. Contohnya pemakaian chlorofluorocarbons (CFCs) yang di¬ketahui dapat menghancurkan lapisan ozon di atmosfer bumf.
Ada beberapa, persetujuan multilateral yang berhubungan dengan isu lingkungan yang juga memiliki konsekuensi perdagangan. Pertama adalah Konvensi Relatif Terhadap Preservasi Fauna dan Flora di Lingkungan Alaminya (1933) yang mengatur perdagangan tentang spesies alami dan hewan tropis. Persetujuan lain yang terkenal adalah Persetujuan Perlindungan Tanaman Internasional (1951), Konvensi Perdagangan Internasional atas Spesies Langka (1973), dan Protokol Montreal terhadap Substansi yang Menghabiskan Lapisan Ozon (1987). Setiap persetujuan ini ditujukan pada isu lingkungan global yang berhubungan dengan produksi atau konsumsi dengan menetapkan standar dan kebijakan yang diikrarkan untuk ditaati. Persetujuan tersebut dilaksanakan dengan fokus pada aspek lingkungan yang disetujui dalam persetujuan dan kemudian memastikan bahwa rencana perdagangan mendukung persetujuan dan protokolnya.
Konflik Antara Perdagangan dan Lingkungan
Konflik antara perdagangan dan lingkungan disebabkan oleh tiga alasan. Pertama, perdagangan dan kebijakan perdagangan berdampak pada lingkungan karena mereka mengubah produksi dan konsumsi suatu negara. Perdagangan (dan liberalisasi perdagangan) menyebabkan suatu negara menspesialisasikan produksi atas suatu produk sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki. Liberalisasi perdagangan tidak hanya mengubah pendapatan dan tingkat konsumsi tetapi juga lokasi produksi. Jika perubahan pada konsumsi atau produksi meng¬hasilkan eksternalitas lingkungan maka perdagangan akan dilihat sebagai suatu awal menuju ke arah terjadinya degradasi lingkungan.
Beberapa masalah lingkungan yang terjadi berkaitan dengan meningkatnya perdagangan disebabkan oleh hak kepemilikan (property rights) dari sumber days alam yang belum tetap (established). Apabila property right tidak established maka perilaku produsen dan konsumen menjadi tidak efisien jika dilihat dari sudut pandang sosial. Perselisihan, keambiguan atau ketidak-eksistensian hak kepemilikan menjadi masalah utama di seluruh dunia. Jika masyarakat di sekitar hutan hujan tropis di Brazil memandang bahwa lahan tersebut adalah milik mereka maka mereka tidak akan begitu peduli bagaimana sedihnya orang lain ketika hutan digunduli agar mereka dapat bercocok tanam. Bagaimanapun juga jika dunia memandang hutan hujan tropis sebagai sumberdaya global vital yang dimiliki oleh Setiap makhluk hidup, maka mereka akan mengharapkan penghuni hutan hujan tropis memiliki perilaku yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Seringkali hak kepemilikan diketahui dengan baik, akan tetapi sulit sekali untuk dilaksanakan. Protokol Montreal setuju bahwa CFCs merusak lapisan ozon dunia. Habisnya ozon akan mengakibatkan peningkatan, penyakit kanker di seluruh dunia. Di samping diperlukan adanya suatu tindakan, pertanyaan yang timbul sekarang adalah bagaimana persetujuan ini dapat dilaksanakan? Jawaban terhadap berbagai perdebatan tentang masalah lingkungan ini pada dasarnya adalah membuat biaya dan keuntungan produsen dan konsumen sama dengan biaya dan keuntungan sosial.
Konflik kedua ter adi antara perdagangan dan lingkungan karena, kebijakan lingkungan di sate negara dapat berdampak ke negara yang lain melalui perdagangan. Setiap negara, memiliki keunikan letak geografis, kapasitas asimilasi, adat atau tradisi, pendapatan dan faktor lainnya. Variasi ini menunjukkan bahwa perbedaan standar lingkungan antarnegara, adalah logis. Namun jika standar lingkungan sangat beragam maka hal itu akan mempengaruhi pola perdagangan antamegara karena adanya keunggulan kompetitif suatu perusahaan di suatu
negara terhadap negara lainnya. Selanjutnya, para pengamat lingkungan dan para pelaku bisnis yang menjadi pesaing impor mengatakan bahwa kebijakan lingkungan di setiap negara dapat secara efektif dikesampingkan oleh standar yang lebih rendah dari negara pengekspor jika akses pasar yang tak terkendali masih saja beroperasi. Mereka menggunakan argumen ini untuk membentuk standardisasi yang lebih harmonic. Namun standar tersebut belum tentu efisien secara ekonomi karena biaya polusi berbeda menurut lokasi.
Seringkali perdebatan mengenai standar lingkungan dan peraturannya berubah menjadi kontroversi antara Utara (negara kaya) melawan Selatan (negara miskin). Utara menginginkan Selatan untuk memberikan regulasi yang ketat bagi perusahaan dan warga negaranya demi memelihara lingkungan. Namun. Selatan memandang bahwa sebagian besar masalah lingkungan merupakan hasil dari pertumbuhan ekonomi Utara yang tidak terawasi. Mengapa Selatan harus setuju dengan standar lingkungan Utara ketika standar seperti itu justru merupakan kelemahan Utara beberapa tahun yang lalu (ketika status ekonomi Utara sama saja dengan status ekonomi Selatan saat ini)? Selatan memandang sikap ini, di mana Utara ingin mendiktekan standar lingkungan terhadap Selatan, sebagai eko-imperealisme. Selatan juga memandang bahwa standar lingkungan yang tinggi sebagai suatu cara untuk membuat mereka tetap miskin dengan membatasi pasar mereka di Utara. Adalah suatu tudingan keji bahwa kerniskinan merupakan masalah lingkungan. yang "paling menjengkelkan dan merusak" dibandingkan semua masalah yang ada karena, manusia tidak akan peduli lingkungan jika mereka berusaha hanya untuk hidup.
Pada akhirnya banyak orang merasa bahwa kebijakan perdagangan merupakan cara untuk memaksa suatu negara ke forum diskusi tentang isu lingkungan dan setuju atas aspek lingkungan dari suatu persetujuan perdagangan. Ada beberapa masalah lingkungan di dunia di mana tidak ada satupun organisasi internasional relevan yang dapat memberdayakan suatu negara untuk membantu mengatasi masalah eksternalitas. Persetujuan lingkungan seperti yang telah disebutkan sebelumnya dapat diaplikasikan ke beberapa isu, akan tetapi sulit untuk dinegosiasikan dan seringkali bentuknya "dipermudah" agar dapat dicapai kesepakatan dengan lebih banyak negara. Hambatan perdagangan mungIdn dapat dijadikan cara untuk memaksa suatu negara ke forum diskusi lingkungan karena hambatan ini secara langsung berpengaruh pads aktivitas ekonomi. Mereka yang berpendapat bahwa hambatan perdagangan dapat digunakan sebagai senjata merasakan bahwa organisasi perdagangan multi¬lateral saat ini, terutama GATT atau WTO, tidak bekerja efektif terhadap masalah yang berhubungan dengan lingkungan.
Untuk tujuan diskusi, bab ini akan membedakan konflik perdagangan dan lingkungan menurut dua kubu yang bertentangan, yaitu para pelaku perdagangan bebas dan para pengamat lingkungan. Hal ini merupakan abstraksi yang menarik dari realitas yang ada dan merupakan cara pandang yang saling bertolak belakang. Namun demikian hal mendasar mengenai diskusi dan analisisnya tetap dibahas menurut cara pandang kedua belch pihak .2 Seperti kasus-kasus lainnya, kebenaran (dan solusi) berada, di antara dua kutub tersebut. Dalam kenyataannya, hubungan antara pelaku perdagangan bebas dan pengamat lingkungan akan digunakan dalam bab ini untuk mendeskripsikan suatu tendensi terhadap pandangan yang saling bertentangan ini. Ini tidak dimaksudkan untuk membuat pembaca semakin bingung akan tetapi benar-benar dimaksudkan untuk mengklanifikasi perdebatan yang sampai saat ini masih terns berlangsung.
Para pengamat lingkungan adalah orang yang percaya bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini buruk karena, meningkatnya standar hidup akan menghabiskan sumberdaya clam yang langka dan akan menimbulkan polusi yang akan mengurangi kesejahteraan. Mereka menyatakan bahwa, paling tidak, setiap kenaikan pendapatan yang diperoleh melalui pertumbuhan adalah lebih besar daripada biaya untuk mengatasi peningkatan polusi. Mereka menyatakan bahwa kerusakan lingkungan sernakm merajalela di mana liberalisasi perdagangan seharusnya ditentang karena perubahan bentuk produksi hanya akan meningkatkan degradasi lingkungan. Selanjutnya mereka percaya bahwa liberalisasi akan memberikan insentif bagi pemerintah agar bersedia mengurangi standar lingkungan sehingga mereka dapat berkompetisi (dalam hal perdagangan bebas) dengan negara yang memiliki standar lingkungan yang lebih rendah.
Para pengamat lingkungan berpendapat bahwa faktor pasar dan politik ikut mernpertahankan rendahnya standar lingkungan di berbagai negara. Pelaku perdagangan bebas akan menekan pemerintah untuk menurunkan standar lingkungannya demi meningkatkan days saing perusahaannya dan untuk mengamankan pekerjaannya. Hal ini akan menyebabkan lingkaran tak berujung pangkal dari menurunnya standar lingkungan dan kehidupan perekonomian. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, mereka percaya kebijakan perdagangan adalah salah satu alat yang dapat mempengaruhi kelompok yang ada, di luar negara mereka untuk menyetujui persetujuan demi perbaikan lingkungan.
Para pelaku perdagangan bebas adalah orang yang memandang pasar sebagai solusi utama dari berbagai ekonomi dan dari Para pelaku pertanyaan kinerja pasar cas UL. ala pe1a perdagangan bebas menyadan bahwa masalah lingkungan ada karena ekstemalitas, akan tetapi masalah ini sangat 1 kecil dan dapat diabaikan berkaitan dengan masalah ekonomi lainnya tentang liberalisasi perdagangan (atau dibicarakan melalui makna lain yang akan dibahas kemudian). Mereka berpendapat bahwa para pengamat lingkungan adalah orang yang sangat proteksionis yang hanya ingin memanfaatkan lingkungan sebagai alat untuk melindungi industri domestik di pasar global. Mereka percaya bahwa sistem perdagangan dunia sudah tidak utuh karena kegigihan proteksionisme sehingga mengijinkan adanya hambatan perdagangan yang dapat mengompen¬sasi perbedaan standar lingkungan yang ada (atau bentuk usulan lain dari para pengamat lingkungan) yang hanya akan memperkeruh perselisihan. Bagaimanakah perdebatan tentang standar ekonomi akan diakhiri dan keunggulan kompetitif dimulai? Para pelaku perdagangan bebas menyatakan bahwa negara seharusnya meng¬awasi seluruh kebijakan domestik dan regulasinya karena negara adalah suatu kedaulatan.
Pertentangan yang ter adi tidak hanya pada ideologi antara, para pelaku perdagangan bebas dan para pengamat lingkungan akan tetapi juga tentang gays dan budaya (Esty, 1994). Para pelaku perdagangan bebas biasanya melakukan negosiasi secara tertutup dan bersifat sangat rahasia. Ada negara yang menang dan ada, negara yang kalah di setiap negosiasi, sehingga tawar-menawar yang ada di setiap negosiasi menjadi sangat kontroversial ketika dipublikasikan. Tanpa, adanya negosiasi yang tertutup, produsen atau pihak yang ber-kepentingan akan untung dan konsumen akan rugi. Selanjutnya, kompromi adalah unsur yang sangat penting dalam negosiasi perdagangan multilateral karena kenyataan politik berhubungan dengan perubahan poly produksi dari liberalisasi perdagangan.
Para pengamat lingkungan lebih menyukai debat secara terbuka karena mereka yakin bahwa pertemuan tertutup hanya akan membantu perusahaan besar yang memperoleh keuntungan dari degradasi lingkungan. Perusahaan-perusahaan ini akan mendominasi diskusi tertutup, dan akan menjadikannya pemenang sehingga lingkungan akan dikorbankan. Masyarakat yang merupakan sejumlah besar konsumen, hares disadarkan melalui tindakan demonstrasi, publikasi, dan pertemuan-pertemuan karena tanpa mobilisasi dari golongan mayoritas diam (silent majority) maka masyarakat akan dirugikan dan suara mereka tidak akan didengar. Kompromi tidak dihargai karena ada kondisi sosial yang terancam.
Para pelaku perdagangan bebas percaya bahwa pasar akan menghasilkan kesejahteraan karena peraturan pemerintah hanya akan memberi jalan kepada para wiraswastawan yang kreatif Pola pajak atau subsidi sebagai kompensasi dari selisih antara biaya privat dan sosial akan berdampak pada konsumen dan produsen. Bagai¬manapun juga para pengamat lingkungan lebih menghendaki adanya hukum yang menetapkan batas pencemaran atau standar lingkungan yang pasti karena menetapkan harga atas polusi (melalui pajak atau subsidi) sangat tidak etis dan tidak disukai. Mereka merasa bahwa pajak membuat perusahaan besar dapat membeli prinsip mereka mengenai degradasi lingkungan dan memberikan subsidi kepada mereka agar menggunakan teknologi yang dapat mengurangi polusi adalah tidak realistic.
Meskipun begitu ada beberapa, kesamaan antara pelaku perdagangan bebas dan pengamat lingkungan. Keduanya Baling menyalahkan atas kasus yang dihadapi oleh para pelobinya sangat kuat (para pekerja biasanya bertentangan dengan para, pelaku perdagangan bebas dan para pebisnis biasanya bertentangan dengan para pengamat lingkungan), meski sebagian besar para pebisnis mendukung perdagangan bebas. Pihak yang diuntung¬kan sangat beragam dan tidak terorganisasi dengan baik, sementara para pelobi (orang-orang yang mencoba mempengaruhi pembuat undang-undang) umumnya berduit dan memiliki banyak koneksi secara politic. Namun kelembagaan dunia sungguh-sungguh membuktikan untuk mendukung penyelesaian masalah di antara para pelaku perdagangan bebas, tetapi yang mempunyai pengaruh baik terhadap lingkungan.
Tidak ada jaminan yang pasti bahwa dibukanya perdagangan akan meningkatkan masalah lingkungan atau ditutupnya perdagangan akan mengurangi masalah lingkungan. Namun ada kekhawatiran bahwa negara dengan standar lingkungan yang rendah (atau pelaksanaan standar yang lemah) akan memperoleh keunggulan kompetitif atas negara, lain yang memiliki standar lingkungan yang lebih tinggi. Hal ini membuat para, pengamat lingkungan menghendaki agar ada kewajiban khusus (eco-duties) sebagai kompensasi dari beragamnya standar lingkungan antamegara. Hal ini berarti bahwa negara dengan standar lingkungan yang tinggi dapat menetapkan tanf terhadap produk yang diimpor dari negara dengan standar lingkungan yang rendah sebagai kompensasi dari beragamnya regulasi lingkungan. Seperti yang akan didiskusikan nanti, ini bukanlah peraturan GATT karena para pengamat lingkungan tidak melihat adanya keinginan GATT untuk menyelesaikan masalah lingkungan dengan berbagai cars.
GATT dirumuskan tanpa memasukkan agenda lingkungan. GATT dilembagakan sebelum lingkungan menjadi isu global dan belum menjadi isu di seluruh dunia ini, termasuk lembaga lingkungan yang bekeda secara paralel dengan GATT. Ketika GATT mengadakan panel resolusi yang mengangkat isu perdagangan dan lingkungan, mereka sama sekali tidak mempunyai wakil di bidang lingkungan atau yang ditujukan untuk mem¬bahas aspek lingkungan. Kasus mengenai lingkungan tersebut biasanya diselesaikan secara ekonomi dan komersial mumi dan akan dibahas kemudian.
Pembahasan mengenai masalah perdagangan-lingkungan dalam bab ini menunjukkan bahwa observasi dan prinsip yang digunakan kedua kubu adalah benar. Namun berbagai solusi bagi masalah tersebut terletak di antara argumentasi kedua kubu sehingga sulit untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya. Seharusnya ada keseimbangan antara manfaat dan biaya yang diperoleh dari lingkungan berkenaan dengan perdagangan. Analisis biaya-manfaat (cost-benefit) penting sekali untuk memastikan bahwa standar lingkungan tidak menimbulkan biaya yang tinggi dengan keuntungan yang rendah. Namun jelas bahwa sistem perdagangan dunia harus benar¬benar memperhatikan lingkungan. Apakah ada cara-cara untuk memperoleh keuntungan dari lingkungan yang sama tanpa mengganggu perdagangan?
Solusi yang ada harus tetap menjaga kedaulatan suatu bangsa dan harus melihat situasi di tiap-tiap negara. Beberapa negara berkembang tidak memiliki standar penggunaan pestisida yang sangat ketat karena mereka sangat terkonsentrasi pada produksi dan ketersediaan pangan. Perdebatan yang ada tidak dapat meminta negara kaya mendikte suatu kebijakan terhadap negara miskin atau negara kaya membatasi akses pasar mereka terhadap negara miskin. Hares ada kedasama yang lebih baik. Namun beberapa masalah yang ada, terutama yang berkaitan dengan lingkungan global, harus ditujukan pada harmonisasi standar yang ditetapkan berdasarkan sains dan evaluasi biaya-manfaat (cost-benefit).
Contoh Konflik Lingkungan Dalam Perdebatan
Gruenspecht (1996) mengelompokkan isu lingkungan menjadi lima kategori berdasarkan aspek geografi, yaitu:
1. Domestik
2. Transboundary (Lintas Perbatasan)
3. Common Property Rights (Hak Kepemilikan )
4. Offshore (Lepas Pantai)
5. Global
Isu domestik adalah masalah yang paling mudah karena perbedaan antara biaya/keuntungan privat dan sosial dialami oleh beberapa negara yang mengalami masalah dengan lingkungannya. Ada beberapa contoh isu lingkungan domestik: polusi udara dan air, kemacetan, penggunaan pestisida, menipisnya sumberdaya terbatas. Hampir semua ekonom berpendapat bahwa pajak atau subsidi menentukan para penyebab polusi (produsen atau konsumen) untuk menginternalisasi biaya eksternalitas sehingga dapat menghasilkan solusi ekonomi yang lebih efisien.
produksi marginal untuk perusahaan tersebut adalah S. Kurva biaya marginal hanya menggambarkan biaya privat yang berhubungan dengan produksi dan tidak termasuk muatan negatif dari pencemaran air atau limbah hasil dari proses. Bila biaya sosial tambahan atas polusi dipertimbangkan maka akan diperoleh kurva S'. Kurva ini berada di atas kurva S karena adanya biaya yang berhubungan dengan pengaruh limbah yang harus ditanggung oleh masyarakat. Solusi optimal untuk itu adalah perusahaan hares memproduksi pads Q2 jika tidak mempertimbang¬kan ekstemalitas, akan tetapi pajak sebesar t unit (yang memaksa perusahaan untuk mengintemalisasi biaya ekstemalitas) akan membuat perusahaan memproduksi secara optimal sebesar Q1. Hal ini merupakan satu dari banyak contoh di mana sistem pajak memaksa perusahaan untuk menginternalisasi biaya ekstemalitas dan memaksa perusahaan untuk berproduksi pads tingkat optimum secara ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar