Selasa, 14 Desember 2010

MATERI BARU

BAB 2
GLOBALISASI DAN PERDAGANGAN BEBAS

Era globalisasi yang kini melanda dunia, yang ditandai antara lain oleh adanya arus perdagangan bebas antarnegara, sudah menjadi tren di seluruh dunia sejak akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21. Menurut John Naisbitt, abad ke-21 adalah "Abad Asia Pasifik". Pada abad ini nega¬ra-negara Asia Pasifik, khususnya China, India, Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malayaia, Thailand, Indonesia, Filipina, serta negara-negara Amerika Latin, seperti Brazil, Chili, Meksiko, dan Argentina, diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat.

Salah satu negara Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling menakjubkan adalah Republik Rakyat China (RRC). Saat terjadi krisis perekonomian global tahun 2008-2009, saat hampir semua perekono¬mian negara di dunia tidak tumbuh atau bahkan tumbuh negatif, China masih mampu tumbuh positif hingga 7-8% per tahun, disusul India 5-6% per tahun, dan Indonesia 4% per tahun. Walaupun masih didera banyak masalah, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong baik sehingga layak masuk dalam jajaran elite negara G-20 dan menempati peringkat ke-18, dengan cadangan devisa per akhir Februari 2010 mencapai US$ 69,7 miliar (Rp 697 triliun). Namun demikian, jika dibandingkan dengan China, ca¬dangan devisa kita masih jauh lebih kecil. Saat ini China telah menjadi negara eksportir terbesar di dunia, mengalahkan Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Di samping itu, negara Tirai Bambu ini juga memiliki ca¬dangan devisa terbesar di dunia senilai US$ 2,4 triliun (Rp 24.000 triliun), suatu jumlah yang sangat fantastik.

China atau RRC yang pada masa 1970-an kondisinya tidak jauh berbeda dengan Indonesia, kini telah menjelma menjadi negara adidaya di bidang ekonomi, hanya dalam waktu 30 tahun sejak Deng Xiao Ping mencanangkan program reformasi ekonomi China pada tahun 1979. Dalam usia yang sudah tergolong tua, Deng Xiao Ping berhasil melakukan reformasi ekonomi sehingga bangsa China yang dulunya begitu kolot, dogmatis, dan tertinggal, dalam waktu hanya 30 tahun berhasil menjadi bangsa yang maju dan terpandang. RRC yang secara formal masih berpaham komunis, oleh Deng dipaksa melakukan reformasi ekonomi dengan menghadirkan kapitalisme dan pasar bebas ala Barat, padahal nilai-nilai Barat tersebut sebelumnya sangat dibenci oleh para pemimpin China di era Mao Tse Tung. Bagi Deng, dogma komunisme atau kapitalisme bukanlah hal utama, yang paling penting adalah kesejahteraan rakyat. Prinsip Deng yang terkesan sangat pragmatic ini tergambarkan melalui ucapan Deng yang sangat terkenal, yaitu "Tidak jadi coal, apakah kucingnya hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus!"

Negara India yang penduduknya sangat banyak, kini juga berhasil membuntuti China sebagai negara berkembang yang paling berpeluang menjadi negara adidaya ekonomi. Industri perfilman India, Bollywood, kini telah menjadi industri penghasil film terbanyak di dunia, dan berhasil menjadi penghasil film-film bermutu yang layak disandingkan dengan produksi film Hollywood di AS. Kisah-kisah sukses China dan India, seha-rusnya mampu menginspirasi bangsa Indonesia karena kedua negara tersebut sejak era 1970-an sama-sama beratatus sebagai negara se-dang berkembang yang tergolong miskin dan memiliki jumlah penduduk berlimpah.

China yang berpenduduk sekitar 1,3 miliar jiwa dan India sekitar satu miliar jiwa, mampu membuktikan bahwa jumlah penduduk yang besar jika bisa dikelola dengan balk, dapat menjadi cumber daya yang positif bagi pembangunan. Indonesia yang scat ini berpenduduk sekitar 230 juts jiwa, sudah seharusnya tidak lagi menjadikan jumlah penduduk yang besar sebagai beban, tetapi sebagai berkah Tuhan yang patut disyukuri. Bagaimana cara mensyukurinya? Tidak ada jalan lain, kecuali kita harus beraama-sama mengembangkan sikap jujur, terbuka, optimis, sutra be¬kerja keras, menghargai prestasi, dan menjauhi korupsi, kolusi, nepotis-me (KKN).

Awal kemajuan sebuah bangsa selalu dimulai dengan munculnya tokoh pembaru yang berani melakukan terobosan untuk mempercepat kemajuan bangsa. Para pemimpin pembaru bangsa ini berani membuka diri terhadap masuknya nilai-nilai barn yang diyakini dapat mempercepat kemajuan masyarakat meskipun sebelumnya nilai-nilai tersebut dianggap tabu dan haram untuk diikuti. Sosok pemimpin pembaru selalu hadir di segala bangsa sejak zaman dahulu hingga di akhir zaman.

Pada abad ke-7 Masehi, kita menemukan sosok pemimpin pembaru dalam diri Nabi Muhammad yang hanya dalam waktu 23 tahun mampu memperaatukan dan mengubah cara pandang orang-orang Arab Badui yang dulunya fanatik, terpecah-belah dan terbelakang, menjadi bangsa penakluk dunia yang maju dan terpandang di zamannya. Pada abad ke-19, kita juga menemukan sosok pembaru bangsa dalam diri Kaisar Pada awal abad ke-20, yang ditandai dengan kemenangan Jepang dalam perang melawan Rusia, menimbulkan inspirasi bagi para pejuang Kemerdekaan di Asia untuk berani bangkit melawan penjajahan bangsa Eropa.

Pada masa kini, di India, juga muncul sosok pembaru bangsa dalam ciri mantan Menteri Keuangan yang sekarang menjabat Perdana Menteri India, Manmohan Singh, yang terkenal jujur, sederhana, dan cerdas. Manmohan Singh yang berasal dari suku minoritas Sikh, berhasil me¬akukan reformasi perekonomian India sehingga kini negara tersebut menjadi salah sate kekuatan barn ekonomi dunia yang diperhitungkan. Jika di China ada Bapak Pembaru Bangsa, seperti Deng Xiao Ping maka di Singapura ada Bapak Pembaru Bangsa, yaitu Lee Kuan Yue, yang Derhasil menyulap negara Singapura yang hanya seukuran kota menjadi ousat keuangan dan bisnis kelas dunia. Sayang, pemimpin pembaru bangsa semacam itu belum muncul di Indonesia, di era reformasi sehing¬ga kemajuan negara kita masih lambat.

Globalisasi dan perdagangan bebas kini sudah menjadi tuntutan zaman. Kehidupan antarmanusia saat ini sudah saling,terhubung berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). TIK telah merevolusi peradaban umat manusia sehingga dunia seperti sebuah desa kecil. Hambatan-hambatan yang dulu banyak menghalangi hubungan antar¬imat manusia, termasuk hubungan bisnis, kini mulai runtuh dan semakin .erbuka. Manusia modern saat ini cenderung ingin hidup lebih mudah, ebih cepat, lebih balk, dan lebih murah. Kecenderungan ini pun juga aerlaku dalam bisnis, termasuk dalam kegiatan ekpor impor antarnegara di seluruh dunia. Dalam era perdagangan bebas, semua hambatan tarif ban nontarif direvisi agar arus ekspor impor antarnegara dapat lebih ancar sehingga semua produk barang atau jasa menjadi semakin murah can semakin mudah diperoleh di seluruh dunia.
Untuk mengantisipasi munculnya era globalisasi perdagangan, ba¬nyak negara melakukan aliansi bisnis guha memperlancar kegiatan eks¬por impor. Kawasan Perdagangan Bebas atau Free Trade Area (FFA) ba¬nyak dibentuk di berbagai belahan dunia. Ada FTA yang dibentuk oleh kelompok negara sekawasan, misalnya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN atau Asean Free Trade Area (AFTA), Kawasan Perdagangan Bebas Asia Pacific (APEC), Pasar Tunggal Eropa, dan lain-lain. Ada pula FTA yang dibentuk antardua negara melalui perjanjian bilateral, contohnya per¬janjian perdagangan bebas antara Amerika Serikat dan Jepang, Amerika Serikat dan Singapura, Jepang dan Singapura, dan lain-lain. Ada pula FTA yang dibentuk oleh sebuah negara dengan sekelompok negara, misal¬nya Kawasan Perdagangan Bebas antara ASEAN dan RRC yang dikenal dengan ACFTA (Asean China Free Trade Area) yang mulai berlaku 1 Januari 2010.

Prinsip dasar dibuatnya setiap persetujuan perdagangan interna¬sional adalah semua pihak yang terlibat mendapatkan keuntungan. Dengan dihapuskannya semua atau sebagian dari rintangan perdagangan maka negara-negara yang terlibat akan mendapatkan keun¬tungan yang sama besarnya. Artinya, ada keseimbangan antara kemu¬dahan yang diberikan dan yang diterima. Di dalam proses negosiasi ada offer and request. Misalnya, dengan adanya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA), ASEAN diperkirakan akan mendapat keun¬tungan tambahan lima miliar dollar AS, begitu pula China. Tak ada pihak yang dirugikan. Dengan membuka pasar seluas-luasnya kepada negara lain, berarti impor barang dan jasa dari negara lain mengalir dengan bebas dan deras. Ini bisa mengancam sektor-sektor ekonomi tertentu di dalam negeri. Tentunya, akan selalu ada sektor-sektor yang dikorban¬kan karena tidak mampu beraaing. Hal ini juga tidak berarti bahwa sektor tersebut kalah total karena ini memberikan petunjuk bahwa sektor beraangkutan memang lemah dan perlu pembenahan. Jodi, kerugian ini bisa diminimalisasi dengan meningkatkan efisiensi serta daya saing se¬hingga sektor tersebut tidak perlu kalah total.

Daya tarik China adalah pasar yang luar biasa besar, apalagi kemak¬muran rakyatnya meningkat terns. Ini memberi peluang besar bagi ne¬gara lain untuk mengekspor ke sana. Apalagi kalau segala macam ham¬batan terhadap negara tertentu (misalnya ASEAN) dihapus, dan terha¬dap negara lain tidak. Kebaikan lain ACFTA adalah arus penyelundupan barang dari China ke Indonesia secara otomatis akan hilang. China adalah suatu fenomena yang bukan saja dihadapi oleh Indonesia, me¬lainkan juga oleh seluruh dunia, termasuk AS, Eropa, dan Jepang, yang negaranya dibanjiri produk-produk buatan China yang super murah dan tidak tertandingi.'

Dalam seminar nasional "Peningkatan Daya Saing dan Kesiapan Usaha Kedl dan Menengah Menghadapi ACFTA", yang diselenggarakan LPPM Univeraitas Katolik Atma Jaya di Jakarta, Rabu, 17 Maret 2010, pe-ngamat ekonomi A. Prasetyantoko mengatakan bahwa Indonesia akan merugi bila secara sepihak memutuskan mundur dari ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Bila Indonesia mundur dari kesepakatan itu, produk Indonesia akan semakin tidak kompetitif bila dipasarkan di kawasan ASEAN dan China. Jika Indonesia menolak pelaksanaan ACFTA, ekspor Indonesia akan dikenai tarif standar oleh China, yakni sebesar 10-20%, sementara negara-negara ASEAN lainnya bisa memperoleh fasilitas bea masuk 0%. Prasetyantoko mengakui bahwa ACFTA bisa membuka pe¬luang pasar produk Indonesia ke China. Namun, hal itu harus diiringi dengan penguatan daya saing usaha kecil dan menengah (UKM) di Indo¬nesia, terutama untuk tekstil, alas kaki, dan mainan anak.

Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, menjelaskan bahwa ta¬hun 2004 ekspor Indonesia ke China sekitar 6,1%, tahun 2009 meningkat menjadi 9,1%. Adapun impor Indonesia dari China tahun 2004 sebesar 8%, sedangkan tahun 2009 mencapai 19%. Kalau dilihat, kita seperti Kebanjiran barang impor dari China, padahal impor tersebut terdiri dari Darang modal, bahan baku, dan bahan penolong. Sementara itu, Dekan fakultas Ekonomi UI, Firmansyah, menyatakan bahwa berdasarkan hasil survei yang dilakukan Fakultas Ekonomi UI terhadap tujuh produk ekspor :ndonesia, yaitu produk kulit makanan olahan, minyak sawit mentah, `urniture, garmen/tekstil, rempah-rempah, dan ikan/udang, didapatkan -)asil sebesar 58% UKM di Indonesia masih mengekspor melalui jasa per¬antara. Di samping itu, sifat pemesanannya sebesar 75% beraifat pen¬.ualan terputus, sementara pembeli tetapnya barn 52,97%. Data ini mem¬:,--ihatinkan karena tidak menjamin adanya kontinuitas kegiatan usaha.

Pakar Manajemen UI, Rhenald Kasali, menyatakan bahwa dalam per¬janjian perdagangan bebas, harus tercipta "win-win solution", artinya Kedua pihak sama-sama mendapat keuntungan. Pada pertengahan abad I filsuf Roma, Seneca, menjelaskan makna "keberuntungan". Baginya, keberuntungan hanya terjadi saat "peluang bertemu kesiapan" Dengan terbentuknya AFTA, China-AFTA, India-AFTA, atau Australia Selandia Baru - AFTA, sudah pasti menjanjikan peluang peningkatan kesejahteraan. Namun, Indonesia belum beruntung kalau kesiapan tidak dibangun, apalagi menghadapi lawan dagang seperti China yang sudah berada jauh di depan.'

Namun, belakangan ada tendensi yang mencemaskan, yaitu ban¬jirnya produk buatan China. Ada tiga masalah yang muncul. Pertama, dua tahun terakhir kita justru mengalami deficit perdagangan dengan China. Kedua, produk-produk China yang masuk ke sini bukan hanya ba¬rang-barang modal, melainkan juga barang-barang konsumsi yang har¬ganya super murah, yang beberapa di antaranya berpotensi merusak kesehatan. Ketiga, masuknya produk-produk substandar itu dapat me¬matikan usaha kecil menengah domestik yang kelak bisa menghancurkan daya bell nasional. Dengan 50,7 juta usaha mikro yang menciptakan 83,7 juta lapangan kerja (atau 89,3% dari tenaga kerja Indonesia), hal ini mengancam masa depan perekonomian Indonesia."

Menurut Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, Indonesia jelas memiliki keungulan kompetitif dalam produk berbasis cumber daya alam, seperti minyak sawit, kakao, karet, batu bara, produk migas dan tu-runannya, serta produk pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Yang menjadi peraoalan, menurut Mari, produk industri manufaktur dan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Industri tekstil, pakaian jadi, mainan, alas kaki, elektronik dan telekomunikasi, permesinan, dan besi baja adalah sektor di mana Indonesia dituntut pandai memilih mana yang dibantu berkembang.

Sebetulnya, sejak 5-10 tahun lalu, dunia usaha dalam negeri sudah menyesuaikan diri. Bila tidak mampu beraaing dengan produk China yang masaal dan murah, pengusaha beralih ke segmen menengah atas atau menghentikan produksi dan fokus pada produk yang dia sanggup beraaing. Dalam jangka pendek, sejumlah industri yang sudah diidenti¬fikasi Kementerian Perindustrian, memang akan kesulitan, seperti 228 jenis industri, terutama baja dan tekstil. Namun, dalam jangka panjang, ACFTA dapat menjadi momentum peningkatan daya saing bila berbagai faktor yang sudah dikenali sebagai kelemahan Indonesia diatasi segera dan tuntas.

Sebagai bangsa besar, kita seharusnya tidak beraikap pesimis dan tertutup terhadap tren perubahan zaman. Era globalisasi dan perda¬gangan bebas adalah tren dunia abad ini (abad ke-21). Di masa silam, nenek moyang kita telah membuktikan keberanian melakukan perda¬gangan antarbangsa. Armada laut Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, De¬mak, dan lain-lain, dengan perahu Jung Jawa, telah berani berlayar ke berbagai negara untuk mengekspor hasil bumf Nusantara, dan meng¬impor barang-barang dari luar negeri, khususnya kain sutra dan barang keramik dari China. Bahkan, armada laut Kerajaan Bugis-Makasaar, de¬ngan perahu Pinisi, berhasil mencapai Madagaskar dan Afrika Selatan untuk berdagang rempah-rempah. Fakta sejarah ini semestinya semakin memperkuat tekad bangsa kita untuk berani menerima tantangan glo¬balisasi dan perdagangan bebas. Kalau bangsa-bangsa Asia, seperti lepang, China, India, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Malayaia, dan Si¬ngapura bisa berjaya dalam era perdagangan global maka kita pun pasti bisa melakukan hal yang sama.

Era globalisasi dan perdagangan bebas selayaknya dapat disikapi positif sebagai momentum kebangkitan bangsa. Semboyan globalisasi, yaitu "Bertindak lokal dan berpikir global", mengharuskan para pemimpin bangsa dan pengusaha untuk selalu cerdas dan kreatif dalam melihat keunggulan-keunggulan lokal yang dapat didayagunakan sebagai pro¬duk unggulan ekspor nasional.. Yang penting, kita tetap fokus bekerja keras dan cerdas untuk memenangi peraaingan bisnis antarbangsa de¬ngan berani mengubah mental jago kandang menjadi pengusaha ber¬orientasi ekspor.

Di sisi lain, pemerintah jugs diharapkan segera memberantas ko¬rupsi, kolusi, dan nepotisme yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Ekonomi biaya tinggi inilah yang membuat produk Indonesia sulit beraaing di pasar dunia karena harganya relatif tinggi serta mutunya relatif rendah dibanding produk sejenis dari negara lain.


BAB 3
BISNIS EKSPOR IMPOR

Bisnis ekspor impor dapat dianal6gikan dengan bisnis jual bell bia¬sa, yaitu ada pihak penjual (eksportir) yang memiliki produk serta ingin menjual produk dan pihak pembeli (importir) yang ingin membeli produk tersebut. Jika kedua belch pihak telah sepakat dengan harga dan barang maka terjadilah transaksi dagang, yakni pihak penjual menyerahkan barang, sedangkan pihak pembeli menyerahkan uang pembayaran. Da-lam bisnis ekspor impor, transaksi perdagangan tidak lagi sesederhana itu karena adanya faktor jarak dan batas negara. Pihak penjual (eks¬portir) dan pihak pembeli (importir) memiliki domisili yang saling ber¬jauhan di dua negara yang berlainan sehingga dibutuhkan peran pihak ketiga yang ikut menjamin transaksi perdagangan ekspor impor terse-but. Kegiatan bisnis ekspor impor adalah kegiatan bisnis yang saling berkaitan sehingga wajar jika kebanyakan perusahaan di bidang ekspor juga melakukan kegiatan di bidang impor.

Dalam bisnis ekpor impor, pihak penjual (eksportir di dalam negeri) berkewajiban menyerahkan barang kepada pihak pembeli (importir di luar negeri) melalui perusahaan angkutan (misalnya kapal laut). Di sisi lain, pihak pembeli (importir di luar negeri) berkewajiban membayar kirim¬an barang tersebut dengan cara membuka Leter of Credit (L/C) di bank devisa di negaranya. Transaksi perdagangan ekspor impor sebagian besar dilakukan melalui mekanisme L/C karena cara ini lebih memberikan jaminan kepastian pembayaran bagi pihak penjual (eksportir) dan ja¬minan kepastian mendapatkan barang bagi pihak pembeli (importir).

Pembukaan L/C di bank devisa menjadi tanggung jawab pihak pem¬beli (importir) karena pihak inilah yang berkewajiban membayar barang yang dipesannya. Sementara itu, pihak penjual (eksportir) berkewajiban mengirimkan barang tersebut kepada pihak pembeli (importir) melalui perusahaan angkutan (umumnya perusahaan pelayaran). Perusahaan pelayaran kemudian berkewajiban menerbitkan dokumen pengapalan atau Bill of Lading (B/L) dan menyerahkan satu salinan aslinya kepada pihak penjual (eksportir). Dokumen pengapalan atau B/L tersebut selanjutnya digunakan oleh pihak penjual (eksportir) untuk mencairkan uang pembayaran. Proses ekspor impor secara sederhana dapat disimak pada Gambar 2. Skema sederhana pada Gambar 2 perlu dipahami terlebih dahulu sebelum kita memahami proses ekspor impor yang lebih mende¬tail. Proses pengangkutan barang ekspor impor, proses pembayaran ekspor impor melalui L/C atau tanpa L/C, proses penjaminan oleh asuransi, dan lain-lain akan dijelaskan pada bab tersendiri.

Para pengusaha UMKM yang ingin mendalami dan mengembangkan usaha di bidang ekspor impor, dapat menghubungi instansi terkait, se¬perti Departemen Perdagangan dan atau Departemen Perindustrian di Jakarta, Kanwil Departemen Perdagangan dan atau Perindustrian di setiap ibu kota provinsi, serta di Dinas Perdagangan dan atau Perindus¬trian di setiap ibu kota kabupaten/kota madya. Informasi dan pelatihan ekspor juga dapat diperoleh melalui Badan Pengembangan Ekspor Na¬sional (BPEN) yang beralamat di Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta. Di samping itu, saat ini juga banyak lembaga pelatihan swasta yang mem¬buat program pelatihan praktis bisnis ekspor impor yang alamatnya dapat dicari di internet.

Sebelum kita melakukan kegiatan ekspor, kita perlu memperaiapkan terlebih dahulu produk (barang atau jasa) yang akan kita ekspor. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam hal ini, yaitu mutu (quality), harga (price), waktu penyerahan (time of delivery), dan selera pembeli. Mutu produk yang akan kita ekspor harus benar-benar terjamin, sera-gam, dan sinambung. Jangan sampai ada produk yang tidak seragam atau tidak sesuai dengan mutu yang diperjanjikan. Mutu produk juga harus sinambung, artinya untuk setiap tahap pengiriman barang, mutu¬nya harus tetap sama.

Harga produk harus diusahakan tidak kemahalan agar dapat beraaing dengan produk yang sejenis di luar negeri. Harga produk juga jangan sampai kemurahan agar kita tidak sampai menderita kerugian. Perhitungkan semua biaya dengan detail dan lakukan survei harga pro¬duk milik pesaing di dalam dan di luar negeri agar kita dapat menentukan harga jual dengan tepat. Selanjutnya, atur dengan cermat jadwal waktu penyerahan barang agar tidak terlambat sampai di tujuan. Keterlam¬batan penyerahan barang dapat merugikan pihak penjual (eksportir) karena dapat terkena klaim (tuntutan ganti rugi) atau bahkan penolakan dari pihak pembeli (importir).

Selera pembeli juga wajib kita perhatikan agar produk kita laku di pasaran luar negeri. Sebelum memutuskan untuk mengekspor, kita se¬baiknya r melakukan survei dan riset sederhana tentang selera pembeli di luar negeri, misalnya tentang warns yang disenangi, ukuran yang disenangi, model yang disenangi, dan lain-lain. Peraoalan selera konsu¬men ini akan lebih mudah teratasi jika kita memiliki mitra usaha di luar negeri yang lebih memahami kondisi negaranya sehingga kita tinggal membuat produk sesuai keinginan mitra usaha tersebut.

Produk yang akan kita ekspor harus pula memerhatikan faktor ke¬masan. Artinya, pengemasan dan pengepakan harus dilakukan dengan balk dan benar agar "layak laut" (sea worthy), tidak mudah rusak, enak dipandang mats, hemat tempat, dan hemat biaya. Yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian merek dagang dan penyebutan asal ne¬gara (made in Indonesia). Hingga saat ini masih banyak pengusaha kita yang belum berani mencantumkan merek dagang ciptaan sendiri, serta tidak berani mencantumkan produknya sebagai buatan Indonesia. Se¬sungguhnya, keberanian menyebutkan merek dagang dan "made in In¬donesia" adalah vermin dari kepercayaan pada diri sendiri serta keperca¬yaan pada mutu produk buatan sendiri. Penyebutan kedua hal tersebut memang pada awalnya berat karena akan dihalang-halangi oleh "pihak¬pihak perantara" yang selama ini banyak mengambil untung dari para produsen kita. Kits semestinya belajar dari negara lain, seperti China, India, dan Thailand, yang begitu bangganya mencantumkan merek da¬gang mereka dan nama negara mereka pada setiap produk yang dieks¬por ke luar negeri.

Para pengusaha kita belum sadar betul bahwa hak merek dapat menjadi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang bernilai ekonomis sangat tinggi serta dapat menumbuhkan kebanggaan bagi perusahaan dan negara. Cobalah lihat bagaimana nasib para pengrajin sepatu kita Indonesia dan dijual di negara kita dengan harga super mahal. Para pengrajin sepatu lokal yang sejatinya berperan besar, justru hanya dihargai sebatas tukang sepatu, sementara karya intelektualnya tidak dihargai sama sekali. Siapa yang salah? Yang salah, tentu saja kita sen¬diri karena kita man saja dikibuli oleh orang-orang asing tersebut. Di bidang lain, misalnya di industri tekstil/garmen, kita juga lebih banyak berperan seperti tukang jahit yang hanya menerima pesanan dari luar negeri.

Kebanggaan terhadap produk buatan Indonesia harus terus ditum¬buhkan di kalangan para pelaku usaha, pejabat negara, dan masyarakat. Penyebutan merek dagang dan "made in Indonesia" harus terus digen-carkan sebagai bentuk penghargaan terhadap karya cipta anak bangsa, serta untuk menaikkan nilai tambah dari produk-produk buatan Indo¬nesia. Percayalah, walaupun awalnya sulit, merek dagang asli Indonesia kelak pasti akan mendunia, asalkan diikuti komitmen kuat untuk selalu menjaga mutu produk, harga yang layak, pelayanan yang prima, dan ke¬tepatan penyerahan barang. langan sampai hasil jerih payah kita hanya dinikmati oleh orang-orang asing.

Bisnis ekspor impor, di samping memiliki banyak keunggulan, juga memiliki risiko tertentu yang mesti diantisipasi oleh para pengusaha ekspor impor. Menurut Amir M.S. (2010), risiko bisnis eskpor impor meliputi (a) risiko transportasi, (b) risiko kredit (risiko tidak dibayar), (c) risiko mutu barang, (d) risiko nilai tukar, (e) risiko tidak terduga, (f) risiko hukum, dan (g) risiko investasi. Pengelolaan risiko bisnis ekspor impor didasarkan pada sistem dan kebiasaan yang tercantum pada dokumen yang mema¬parkan hak, biaya, dan tanggung jawab terhadap proses ekspor.

Proses ekspor terdiri dari dua bagian, yaitu (a) proses pengapalan barang secara fisik, dan (b) proses penukaran dokumen pendukung. Sistem dokumentasi bisnis ekspor impor telah dikembangkan sejak ber-abad-abad yang lampau melalui transaksi "penjualan berdokumen" (do¬cumentary sales). Transaksi ini sesuai dengan syarat pengapalan klasik, seperti FOB dan CIF. Penjualan berdokumen sudah diakui pengadilan sebagai transaksi dokumen yang dalam hal tertentu disamakan dengan transaksi barang. Dokumen kunci dalam kegiatan bisnis ekspor meliputi (a) kontrak jual bell (contract of sales), (b) konosemen (bill of lading) atau dokumen angkutan lainnya, (c) dokumen pembayaran, khususnya letter of credit (L/C), wesel, wesel bank, dan (d) dokumen asuransi. Di samping dokumen kunci, juga diperlukan dokumen tambahan, seperti sertifikat mutu dan Surat keterangan negara asal (SKA), dan lain-lain. Penelitian mengenai dokumen-dokumen kunci, sama pentingnya dengan penelitian mengenai barang yang diwakili dokumen tersebut.

Petugas pabean di setiap negara pasti akan melindungi wilayahnya bahaya, serta dari keluarnya barang yang dilindungi. Agar ekspor dapat berjalan sesuai keinginan, masing-masing pihak harus mengetahui per¬aturan ekspor impor yang berlaku di negara asal (country of origin) dan di negara tujuan (country of destination). Bila importir dapat dengan mu¬dah dan lancar mengeluarkan produk yang diimpornya dari kawasan pabean (customs territory) maka kesempatan importir mengajukan pe¬sanan ulang (repeat order) menjadi lebih besar. Dengan demikian, dapat disimpulkan pengetahuan tentang proses ekspor sarna pentingnya de¬ngan pengetahuan tentang proses impor.


BAB 4
SYARAT UMUM EKSPORTIR DAN IMPORTIR

Ekspor Indonesia adalah kegiatan mengeluarkan barang dari dae¬-ah pabean Indonesia ke luar negeri, sedangkan impor Indonesia adalah Kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam daerah pabean indonesia. Daerah pabean Indonesia adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah daratan, perairan, dan ruang udara di atasnya, Berta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landasan Kontinen yang di dalamnya berlaku UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepa¬beanan.

Eksportir adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan ekspor di dalam wilayah hukum NKRI, baik sendiri maupun secara beraama-sama, melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Sementara yang dimaksud eksportir terdaftar adalah perusahaan atau perorangan yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan untuk mengekspor "barang tertentu", sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 tentang Keten¬tuan Umum di Bidang Ekspor, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Ol/M-DAG/PER/ 1/2007 tanggal 22 Januari 2007, ekspor dapat dilakukan oleh setiap per¬usahaan atau perorangan yang telah memiliki :

1. Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP)/Surat Izin Usaha Perda¬gangan (SIUP);
2. Izin Usaha dari departemen teknis/lembaga pemerintah nondepar¬temen, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Ketiga syarat tersebut adalah syarat yang beraifat umum, yang berlaku kepada semua perusahaan eksportir. Di samping ketiga syarat umum tersebut, khusus untuk ekspor barang-barang tertentu yang tats niaga ekspornya diatur pemerintah, diperlukan syarat tambahan, yaitu pendaftaran sebagai eksportir terdaftar di Departemen Perdagangan.

Importir, secara sederhana dapat diartikan sebagai pihak (perusa¬haan perseorangan atau perusahaan persekutuan) yang melakukan kegiatan impor barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indo¬nesia. Perusahaan importir di Indonesia, di samping harus memenuhi syarat umum (punya SIUP, TDP, NPWP), juga wajib mempunyai Angka Pengenal Impor (API) yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan RI atau BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

Kegiatan bisnis ekspor impor dapat dilakukan oleh perusahaan yang memang secara khusus menekuni usaha perdagangan ekspor im¬por, atau oleh perusahaan produsen yang memiliki divisi usaha ekspor barang hasil produksinya atau impor bahan bake bagi kepentingan pro¬ses produksinya. Jika perusahaan tersebut hanya khusus menangani perdagangan ekspor impor maka perusahaan itu harus bermitra dengan perusahaan lain yang berfungsi sebagai produsen atau pemasok barang.

Kegiatan bisnis ekspor impor dapat dilakukan oleh perusahaan perseorangan, seperti Usaha Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD). Kegiatan bisnis ekspor impor juga dapat dilakukan oleh perusahaan persekutuan, seperti Persekutuan Komanditer (CV), Persekutuan Firma (Firma), Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN¬Perum dan BUMN-Persero), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan atau Badan Usaha Milik Koperasi (Koperasi).

Mendirikan perusahaan perseorangan berbentuk UD atau PD sa¬ngatlah mudah. Bentuk usaha ini umumnya diberi nama yang sama de¬ngan nama pemiliknya, nama anak pemiliknya, nama tokonya, nama tem¬pat usahanya, atau nama jenis usahanya. Misalnya, UD Haji Abdullah, UD Makmur Sejahtera, PD Abah Sholeh, PD Sarana Tani, dan lain-lain. Izin usaha perseorangan meliputi SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). SIUP dan TDP diurus melalui Dinas Perdagangan setempat, sedangkan NPWP diurus melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

Pendirian perusahaan berbentuk CV dan Firma juga mensyaratkan adanya SIUP, TDP, dan NPWP, ditambah dengan pengesahan Akta Pendirian Perusahaan. Akta Pendirian Perusahaan ini berisi anggaran dasar perusahaan dan aturan lainnya, yang formatnya sudah ada di kan¬tor notaris. Akta Pendirian CV dan atau Firma itu kemudian didaftarkan oleh notaris kepada panitera pengadilan negeri setempat untuk diumum¬kan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Sementara khusus untuk perusahaan persekutuan yang telah berbadan hukum, yaitu Perseroan Terbatas (PT), pengesahaan Akta Pendirian Perusahaan harus terlebih dahulu mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM (dulu Men¬teri Kehakiman).

Akta pendirian perusahaan yang memuat anggaran dasar perusa¬haan merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pendiri yang disaksikan oleh notaris. Pembenaran itu dibuktikan dengan ikut sertanya notaris membubuhkan tanda tangan pada akta pendirian perusahaan yang dibuat dengan perantaraannya itu." Akta pendirian perusahaan hanya :)erlaku untuk perusahaan persekutuan dan tidak diperlukan bagi peru¬sahaan perseorangan. Perusahaan persekutuan, karena melibatkan dua orang pendiri atau lebih, harus dibuatkan akta pendirian perusa¬-iaan agar para pendiri perusahaan mempunyai dasar hukum yang kuat dalam menjalankan perusahaan.

Perusahaan tertentu yang dianggap dapat mengganggu lingkungn di sekitarnya, harus mengurus Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Hinder Ordonantie (HO). Syarat mengurus SITU atau HO adalah fotokopi Khusus perusahaan yang bergerak di bidang industri, juga wajib memiliki Surat Izin Industri yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian setempat. Begitu pula terhadap perusahaan pengolahan makanan, juga harus punya izin dari Dinas Kesehatan (bagi perusahaan skala kedl) atau izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) bagi perusahaan pengolahan makanan skala menengah dan besar.


BAB 5
CARA PEMASARAN EKSPOR

Pemasaran ekspor dapat dilakukan secara mandiri ataupun oleh pihak perantara. Pemasaran ekspor secara mandiri dapat dilakukan oleh perusahaan produsen (perusahaan yang memproduksi barang), khusus¬nya perusahaan produsen Skala besar yang telah memiliki divisi ekspor impor tersendiri. Di sisi lain, pemasaran ekspor jugs dapat dilakukan oleh pihak perantara yang bertindak membantu pemasaran barang milik perusahaan produsen. Pihak perantara dapat berasal dari dalam negeri, seperti perusahaan distributor dan perusahaan ekspor impor, sementara dari luar negeri, seperti para pembeli asing yang langsung datang ke Indonesia untuk membeli barang buatan produsen Indonesia untuk di¬jual kembali di negara mereka. Kontak dengan para talon pembeli asing atau perantara asing tersebut biasanya terjalin pada saat diadakannya pameran-pameran dagang yang melibatkan produsen asal Indonesia.

Pada zaman dahulu, pemasaran ekspor kebanyakan dilakukan de¬ngan cara "barter" atau tukar-menukar barang dagangan. Nenek mo¬yang bangsa Indonesia sudah sejak lama mengenal perdagangan an¬tarbangsa dengan cara barter. Pada umumnya, armada kapal laut dari kerajaan-kerajaan besar di Nusantara (seperti Sriwijaya, Singasari, Ma¬japahit, Bugis-Makasaar, Demak, Mataram, dan lain-lain) mengangkut hasil bumi, seperti beras dan rempah-rempah, untuk kemudian ditukar dengan barang-barang produksi bangsa asing (seperti kain sutra, porselen, dan perhiasan dari China).

Dalam perkembangan selanjutnya, umat manusia mulai memperke¬nalkan cara perdagangan ekspor impor melalui pembayaran tunai meng¬gunakan mata uang berupa logam mulia (misalnya emas) atau dengan menggunakan mata uang negara-negara yang dianggap kuat. Pada masa kini, cara perdagangan ekspor impor yang paling umum adalah dengan menggunakan pembayaran melalui letter of credit (L/C) yang dilengkapi dengan dokumen ekspor. Dengan adanya jaminan L/C dari bank devisa maka eksportir lebih mudah mendapatkan jaminan pembayaran, sedangkan importir lebih pasti mendapatkan barang yang dikehendaki.

1. Pemasaran Ekspor secara Langsung
Pemasaran ekspor secara langsung pada umumnya dilakukan oleh perusahaan besar yang telah memiliki divisi ekspor tersendiri. Peru¬sahaan Skala besar tersebut, misalnya perusahaan Multi National Corpo¬ration (MNC), yaitu perusahaan lintas negara yang memiliki banyak ca-bang di banyak negara. Perusahaan jenis ini harus melakukan sendiri semua tugas yang berkaitan dengan kegiatan ekspor, mulai dari me¬lakukan riset pasar, promosi, membuat kontrak jual bell, mengurus pe¬ngangkutan barang ekspor, mengurus dokumen ekspor, mengurus pem¬bayaran, dan lain-lain. Perusahaan biasa jugs dapat melakukan ekspor secara langsung jika telah mempunyai talon pembeli yang pasti, atau telah mendapatkan pembayaran di muka, atau telah memiliki perwakilan/agen/ rekanan di luar negeri. Penentuan ekspor secara langsung atau tidak, tergantung pada pertimbangan efektivitas dan efisiensi.

Karena keberhasilan usaha pemasaran dan keuntungan sangat tergantung pada kekuatan agen di luar negeri maka eksportir harus memastikan bahwa proses serta seleksi dan pengangkatan agen dilaku¬kan secara cermat. seleksi harus komprehensif dan menyeluruh. Perta¬ma-tama, perlu memperoleh sebuah daftar agen yang layak. Korespon¬densi harus diikuti dengan kunjungan peraonel. Tingkat performs harus diuji, terutama dalam masa percobaan. Pengangkatan harus dilakukan dengan lebih Kati-hati, terutama bila kesepakatan eksklusif sedang dine¬gosiasikan."

Kriteria seleksi agen di luar negeri meliputi (a) reputasi agen di pa¬sar, yaitu keadaan finansial dan citra etika, serta berbagai tindakan agen di pasar, (b) pengalaman agen, yaitu prestasi kerja dan tingkat kemam¬puan kerjanya di masa lampau, (c) kontrak bisnis agen di pasar yang meng¬gambarkan reputasi dan pengalaman agen, (d) ukuran usaha agen dikait¬kan dengan keunggulan yang dimilikinya, (e) kekuatan finansial agen yang dapat diperoleh dari referensi dagang atau laporan bank, (f) fasilitas yang dimiliki agen, seperti jaringan distribusi, tenaga terlatih, dan fasilitas pergudangan yang balk, serta (g) sejarah aktivitas agen, yaitu agen tidak boleh menangani lini produk yang secara langsung berkompetisi dengan jajaran produk milik eksportir.

2. Pemasaran Ekspor secara Tidak Langsung
Perusahaan yang ingin melakukan ekspor namun tidak memiliki kan¬tor cabang atau perwakilan di negara tujuan maka perusahaan tersebut dapat menghubungi perwakilan dagang asing atau perusahaan ekspor yang ada di negara tujuan. Selanjutnya, perusahaan ekspor tersebut akan melakukan negosiasi dengan para pembeli (buyers) yang dalam hal ini importir di luar negeri atas Hama perusahaan pemilik barang, atau dapat
juga dilakukan dengan cara membonceng perusahaan atau agen yang telah terkenal dan terbiasa melakukan ekspor.

Pemasaran ekspor secara tidak langsung dapat dilakukan melalui model "bapak angkat'; bisa juga melalui export agent atau agen eks- por, atau bila perlu menunjuk distributor lokal di luar negeri yang lazim disebut sole-agent. Konsep "bapak angkat" dikembangkan oleh peme¬rintah untuk membantu pengusaha kedl (kerajinan rakyat atau industri kecil) yang masih kesulitan dalam bidang produksi dan pernasaran ekspor. Perusahaan yang dapat menjadi bapak angkat tersebut pada umumnya adalah perusahaan negara (BUMN) atau perusahaan swasta.

Agen ekspor (export agent) adalah perusahaan yang mengkhusus¬kan usaha mengekspor komoditi yang diageninya. Misalnya, pengrajin rotan dan bambu dapat menunjuk perusahaan yang menangani barang sejenis untuk mengekspor hasil kerajinannya. Jadi, pengrajin tidak perlu mengekspor sendiri, tetapi cukup melalui perantara, yaitu pengusaha agen ekspor tersebut. Pengrajin hanya berproduksi saja, sedangkan yang mencari pembeli, mengusahakan kapal, menerima pembayaran, dan meng¬urus dokumen ekspor, seluruhnya menjadi tugas agen ekspor.

Sole agent adalah badan usaha setempat di luar negeri yang kita tunjuk sebagai agen tunggal untuk membantu kita mencarikan langga¬nan (konsumen) di negara tersebut. Tugas sole agent, antara lain mem-promosikan dan memasarkan komoditi kita di negaranya, dan sebagai imbalan, mereka diberi hak monopoli dan komisi sebagai agen. Dengan ditunjuknya sole agent di luar negeri, kita tidak perlu susah-susah lagi menghubungi konsumen, pemakai, atau importir lain secara langsung.

3. Pemasaran Ekspor dengan Cara Barter
Barter adalah cara perdagangan dengan melakukan pertukaran barang dengan barang secara langsung, dengan nilai yang dianggap sama atau sebanding tanpa memakai alat pembayaran. Dalam barter, barang-barang dikirim ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang-barang kebutuhan dalam negeri. Pengirim barang tidak menerima pembayaran dalam mats uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri. Perdagangan dengan cara barter sudah dilakukan sejak zaman dulu oleh suku-suku primitif dan suku-suku ter¬asing. Sistem barter di zaman modern dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (a) direct barter atau barter langsung, (b) switch barter atau barter alih, (c) counter purchase atau counter trade atau imbal beli, dan (d) buy¬back barter atau barter beli kembali.

Barter merupakan bentuk perdagangan "non currency" tertua di dunia, yaitu transaksi perdagangan yang merupakan pertukaran antara barang/jasa dan barang/jasa secara langsung Berta simultan, dengan nilai yang dianggap sama atau kira-kira sebanding tanpa menggunakan alat pembayaran seperti uang. Hal ini dilaksanakan dalam rangka pe¬ngendalian pertukaran guna mencegah perusahaan dari praktik pen¬transferan penghasilan. Barter dalam bentuk awalnya, hanya dilakukan dengan perjanjian tunggal tanpa melibatkan pihak ketiga. Dengan de¬mikian, dalam barter kedua belah pihak mempunyai kedudukan yang sama, yaitu masing-masing sebagai penjual dan pembeli. Sistem perda¬gangan dengan menggunakan barter ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, yaitu (a) barter sederhana, (b) barter dengan pengaturan pasti (dose-end barter), (c) barter dearing account, (d) Switch barter, dan (e) barter beli kembali atau buy-back barter .

Barter sederhana atau barter langsung atau direct barter adalah pertukaran barang atau jasa secara langsung antara dua pihak tanpa menggunakan uang. Walaupun tidak menggunakan uang dalam tran¬saksi perdagangan, kedua belah pihak melakukan pendekatan harga bayangan untuk produk yang masuk ke masing-masing negara. Biasa¬nya, kontrak untuk sistem perdagangan ini kurang dari satu tahun guna menghindari terjadinya masalah fluktuasi harga. Namun, untuk bebe¬rapa transaksi, pertukaran mungkin terentang dalam masa beberapa bulan atau beberapa tahun, dengan kontrak yang memungkinkan penye-suaian dalam rasio pertukaran untuk mengatasi masalah fluktuasi di tingkat harga internasional.

Barter dengan pengaturan pasti (dosed-end barter) adalah modifi¬kasi dari barter sederhana, yaitu calon pembeli dari barang yang akan dibarterkan dicari terlebih dahulu sebelum kontrak ditandatangani oleh kedua pihak: Pencarian pihak ketiga sebagai calon pembeli barang yang akan dibarterkan, dilakukan karena barang barter tersebut kemung¬kinan tidak dibutuhkan oleh kedua belah pihak.

Dalam barter dearing account atau bilateral dearing accounts, semua pihak setuju membuat kontrak untuk membeli barang/jasa yang biasa¬nya mempunyai nilai yang sama. Nilai kontrak dinyatakan dalam unit dearing account yang tidak dapat diubah, dan secara efektif mewakili lini kredit dalam bank sentral dari negara tersebut. Unit dearing account diterima secara univeraal dalam akuntansi perdagangan antarnegara dan juga diterima oleh pihak yang mempunyai hubungan komeraial ber¬dasarkan persetujuan bilateral. Dalam kontrak dicantumkan jenis barang yang dipertukarkan, rasio pertukaran, dan kurun waktu dalam menye¬lesaikan transaksi.

Switch barter atau barter alih adalah jenis barter yang Balch satu pihak tidak mungkin memanfaatkan sendiri barang yang diterima se
hingga mengalihkan (switching) barang tersebut ke negara ketiga yang membutuhkan. Sementara buyback barter (barter beli kembali) adalah suatu sistem alih teknologi dari suatu negara maju kepada negara ber-kembang, dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang, yang nantinya hasil produksi tersebut diekspor kembali ke negara maju yang memberikan bantuan alih teknologi. Dalam buyback barter, pensuplai barang menerima sebagian atau seluruh pem¬bayaran dalam bentuk hasil produk yang dihasilkan oleh industri yang dipasoknya.

4. Pemasaran Ekspor Melalui Imbal Belli (Counter Purchase)
Imbal beli di Indonesia dilakukan dengan cara mengaitkan penga¬daan impor barang/jasa oleh pemerintah dengan ekspor non migas. Pengaitan ini diberlakukan untuk setiap pengadaan impor barang/jasa oleh pemerintah yang bernilai di atas Rp500 juts dan dananya berasal dari APBN atau dari kredit ekspor yang bernilai di atas RplO miliar, dengan memperayaratkan pemasok luar negeri membeli atau memasarkan atau membantu memasarkan mats dagangan ekspor non migas Indonesia ke negara pemasok luar negeri atau ke negara asal barang/jasa yang diimpor oleh pemerintah atau ke negara lain yang disetujui oleh peme¬rintah sebesar nilai barang/jasa impor yang dipasokkan kepada peme¬rintah Indonesia. Sistem imbal beli ini berbeda dengan sistem barter karena sistem ini menggunakan uang atau kredit dalam setiap transaksi. Di samping itu, biasanya sistem imbal bell ini mengikutsertakan penjual dari negara maju dan pembeli dari negara berkembang. Sistem perda¬gangan imbal beli biasanya dilakukan oleh negara-negara yang meng¬alami kesulitan karena terbatasnya cadangan devisa untuk membiayai pembelanjaan barang/jasa impor.

Imbal beli adalah sistem perdagangan timbal batik antara dua ne¬gara. Suatu negara yang menjual produk kepada negara lain, harus mem¬beli pula suatu produk negara tersebut, atau dengan mengaitkan ekspor dengan impor. Perdagangan jenis ini dikenal sebagai Counter Purchase Agreement. Dengan Paket Ekspor 1982, Indonesia sudah mencoba sis¬tem imbal beli untuk mendorong ekspor non migas namun dalam prak-tiknya, menjurus pada switch barter yang dapat merugikan Indonesia, kecuali kalau sistem ini memang sengaja dipakai sebagai alat untuk mengurangi impor karena cadangan devisa yang mulai menipis.

Bentuk imbal beli ini dikenal sebagai perdagangan bergandengan, yaitu suatu bentuk teknik perdagangan dengan memakai dua macam kontrak. Di dalam kontrak pertama, importer membeli barang-barang dari eksportir dan membayarnya dengan devisa miliknya sendiri atau dengan kredit ekspor. Di dalam kontrak kedua sebagai perayaratan dari kontrak pertama, eksportir ditentukan akan membeli barang-barang de¬ngan memakai devisa eksportir .

5. Pemasaran Ekspor Melalui Konsinyasi (Consignment)
Konsinyasi ekspor secara sederhana dapat diartikan "cara penjual¬an barang ekspor dengan cara dititipkan kepada agen di luar negeri untuk dijual kepada konsumen". Barang titipan tersebut tetap menjadi milik eksportir. Harga jual kepada konsumen ditetapkan oleh eksportir. Hasil penjualan barang konsinyasi diperlakukan sama dengan hasil eks¬por biasa. Dalam pengiriman barang ekspor sebagai barang konsinyasi, belum ada pembeli tertentu di luar negeri sehingga penjualan barang dapat dilakukan di pasar bebas atau melalui pelelangan.

Pelelangan komoditi atau commodities exchange atau buraa hasil bumi terdapat di pusat pasar dunia, seperti di London Commodities Ex¬change. Di antara hasil bumi Indonesia yang biasanya dikirim sebagai barang konsinyasi untuk dijual di pasar lelang Eropa adalah teh dan tembakau. Teh biasanya dilelang di London dan Antwerpen, sedangkan tembakau dilelang di Bremen dan Amsterdam.

Konsinyasi (consigment) adalah pengiriman barang ekspor kepada importir di luar negeri dengan prinsip bahwa barang/produk dikirim oleh eksportir sebagai barang titipan untuk dijualkan oleh importir. Dengan demikian, importir tersebut akan bertindak sebagai agen dari eksportir, sedangkan harga jual ditetapkan oleh eksportir yang beraangkutan. Di negara-negara yang mempunyai pelabuhan bebas atau zona perdagang¬an bebas, hal ini dapat diatur dengan menaruh barang dagangan di ba¬wah pengawasan gudang Kawasan Berikat (bonded warehouses) dengan Hama bank asing. Penjualan kemudian diatur dengan agen penjualan dan barang konsinyasi dapat dikeluarkan sedikit demi sedikit dengan pem¬bayaran biasa. Barang tersebut tidak dimintakan izin melewati pabean sampai penjualan selesai.

6. Pemasaran Ekspor dengan Cara Menjual Lisensi
Saat ini perkembangan ekonomi kreatif berbasis Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) telah berkembang sedemikian pesat. Bahkan, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, sektor industri kreatif berbasis HAKI telah menjadi andalan utama ekspor mereka. HAKI terdiri dari hak cipta, hak paten, hak merek, hak desain industri, hak desain tats letak sirkuit terpadu (DTLST), hak rahasia dagang, dan hak perlindungan varietas tanaman (PVT).

Pengembangan HAKI sangat mengandalkan kualitas sumber daya manusia. HAKI mendapat pengakuan dari negara sehingga pemilik HAKI dapat memberikan lisensi kepada pihak lain untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Dari hasil perjanjian lisensi itulah, pemilik HAKI mendapatkan pernbayaran berupa royalti. Hingga saat ini Indonesia lebih banyak mengimpor atau memakai lisensi pihak asing disebabkan masih rendah¬nya kesadaran para pengusaha kita akan pentingnya HAKI. Masih banyak produk Indonesia yang diekspor tanpa menggunakan merek sendiri se¬hingga kita pun akhirnya hanya bekerja keras bagi kemakmuran bangsa lain.

7. Pemasaran Ekspor Melalui Usaha Patungan (Joint Venture)
Untuk membuka akses pasar di suatu negara asing, kita dapat membentuk usaha patungan (joint venture) dengan perusahaan setem¬pat. Usaha patungan adalah bentuk• partisipasi yang lebih ekstensif di pasar asing daripada mengekspor atau memberikan lisensi. Dalam usa¬ha patungan, kita beraama mitra asing bekerja sama membentuk se¬buah perusahaan patungan, yang dimiliki dan dikelola secara beraama¬sama. Perusahaan patungan tersebut dapat bergerak di bidang produk¬si, di bidang d istri busi/pemasa ran, atau gabungan keduanya. Perusa¬haan patungan lebih banyak dibentuk karena inisiatif negara-negara industri maju yang ingin merelokasi usahanya ke negara sedang berkem¬bang guns untuk memasuki pasar negara yang beraangkutan atau un¬tuk memproduksi barang ekspor di negara tersebut.


BAB 6
BADAN USAHA EKSPOR

Pemasaran barang ekspor dapat kita lakukan secara mandiri me¬lalui cara pemasaran langsung atau kita serahkan kepada perantara, atau melalui perusahaan lain. Ada berbagai jenis badan usaha yang bergerak dalam bidang pemasaran ekspor, yaitu (a) confirming house atau export commision house atau export indent house, (b) pedagang ekspor atau export merchant, (c) wisma dagang atau trading house, (d) produsen eksportir atau producer exporter, (e) badan pemasaran beraama atau joint marketing board, (f) perusahaan patungan atau joint venture company.

1. Pedagang Ekspor (Export Merchant)
Pedagang ekspor atau export merchant adalah badan usaha atau perusahaan yang diberi izin oleh pemerintah dalam bentuk Surat Pe¬ngakuan Eksportir dan diberi Angka Pengenal Ekspor (APE) dan diizinkan untuk melaksanakan ekspor komoditi yang tercantum dalam Surat pe¬ngakuan tersebut. Pedagang ekspor melakukan kegiatan pembelian barang dari perusahaan produsen atau perusahaan pemasok di dalam negeri untuk kemudian dijual kembali atau diekspor ke luar negeri de¬ngan biaya sendiri dan dengan risiko yang harus ditanggung sendiri.

Pedagang ekspor bekerja untuk melayani kepentingan produsen di dalam negeri sehingga hal ini berbeda dengan confirming house yang, bekerja untuk melayani kepentingan perusahaan induk di luar negeri. Pedagang ekspor ini hanya bergerak dalam bidang perdagangan sehing¬ga perusahaan semacam ini tidak memproduksi sendiri barang-barang yang akan diekspornya. Dalam kegiatan bisnisnya, pedagang ekspor sangat bergantung kepada perusahaan lain, seperti perusahaan pema¬sok barang, perusahaan distributor, dan atau perusahaan produsen.

2. Agen Ekspor (Export Agent)
Agen ekspor atau export agent atau handling export adalah perusa¬haan atau badan usaha yang telah menjalin kerja sama dan membuat kontrak perjanjian dengan perusahaan produsen di dalam negeri untuk melakukan ekspor barang yang diproduksi oleh perusahaan produsen tersebut. Agen ekspor, atas jasanya membantu mengekspor barang milik perusahaan produsen, mendapatkan uang jasa (fee) yang besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan dalam surat perjanjian.

Perusahaan yang berperan sebagai agen ekspor berbeda dengan perusahaan yang tergolong pedagang ekspor dalam hal risiko yang ha¬rus ditanggung. Agen ekspor tidak menanggung risiko kerugian atas penjualan barang ekspor karena dia hanya berperan sebagai agen yang membantu menangani kegiatan ekspor barang milik perusahaan pro¬dusen. Risiko kerugian barang ekspor sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan produsen. Hal ini berbeda dengan perusahaan yang tergolong pedagang ekspor. Pedagang ekspor bekerja berdasarkan bia¬ya yang ditanggungnya sendiri dan harus menanggung risiko jika barang ekspor tidak laku.

3. Perusahaan Konfirmasi (Confirming House)
Perusahaan perwakilan asing atau perusahaan konfirmasi atau con¬firming house atau export commisaion house atau export indent house . adalah perusahaan lokal yang didirikan berdasarkan hukum di negara setempat namun perusahaan itu bekerja atas perintah perusahaan in¬duknya yang ada di luar negeri. Misalnya, ada sebuah perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Industri Perikanan Japanindo yang merupakan peru¬sahaan berbadan hukum Indonesia namun didirikan oleh perusahaan induk dari Jepang guns keperluan mencari dan mengumpulkan hasil per¬ikanan laut, seperti ikan cakalang, yang kemudian diekspor ke perusahaan induknya di Jepang. Dalam hal ini, perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Industri Perikanan Japanindo seperti layaknya perusahaan perwakilan dari perusahaan induk yang ada di Jepang.

4. Wisma Dagang (Trading House)
Wisma dagang atau trading house adalah suatu badan usaha eks¬por impor yang beraifat terpadu dan menangani beberapa macam ko¬moditi dalam skala besar. Wisma dagang dalam hal ini berperan sebagai eksportir umum dan importir umum. Pembentukan wisma dagang dimak¬sudkan untuk mempermudah, memperaingkat, dan mempermurah, pro¬ses ekspor impor komoditi-komoditi yang ditangani. Dengan adanya sis¬tem penanganan ekspor impor dalam satu atap dan dalam skala besar maka diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas per¬usahaan.

Di negara-negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan yang menjalankan prinsip spesialisasi antara sektor produksi dan pemasaran, perusahaan ekspor yang mampu mengekspor lima jenis komoditi dengan nilai minimal satu juts dollar AS (Rp10 miliar), dapat digolongkan sebagai wisma dagang (trading house) dan diberi fasilitas kemudahan dalam bidang perbankan, perpajakan, dan kepabeanan.

5. Produsen Eksportir (Exporter Producer)
Produsen eksportir atau exporter producer adalah perusahaan pro¬dusen yang juga bertindak sebagai perusahaan eksportir atas barang¬barang yang diproduksinya sendiri. Istilah produsen eksportir hanya po-puler di Indonesia karena fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada produsen di Indonesia. Pola integrasi antara produsen dan pedagang (eksportir) inilah yang menjadi cikal bakal berkembangnya perusahaan konglomerasi di Indoensia.

Integrasi tersebut tidak lagi terbatas antara produsen dan distri¬butor, tetapi meluas hingga meliputi transportasi, sumber suplai, sumber pembiayaan perbankan, dan lain-lain kegiatan bisnis yang beraifat ter-tutup. Konglomerasi tersebut jelas sangat menghambat pertumbuhan wiraswasta serta menjurus ke arah monopoli bidang usaha yang jauh lebih berbahaya daripada monopoli atas sesuatu komoditi. Pola produsen eksportir ini diragukan kemampuannya dalam peraaingan bisnis interna¬sional jika dibandingkan dengan model wisma dagang (trading house).

6. Badan Pemasaran Beraama (Joint Marketing Board)
Badan pemasaran beraama atau joint marketing board adalah orga¬nisasi yang didirikan oleh para eksportir yang menangani komoditi sejenis. Badan ini didirikan dengan tujuan untuk menentukan secara beraama¬sama kebijaksanaan ekspor komoditi tertentu, misalnya mengenai harga, penentuan dan pengaturan kuota, pembagian daerah pasar, serta kebi¬jakan lain untuk memperkuat posisi tawar-menawar atau bargaining posi-tion para eksportir dari dalam negeri di pasar internasional. Contoh badan usaha semacam ini adalah badan pemasaran beraama teh, kopi, karet, kakao, tembakau, kayu lapis, dan lain-lain.

7. Perusahaan Patungan (Joint Venture Company)
Perusahaan patungan atau joint venture company adalah perusa¬haan yang dibentuk secara beraama-sama oleh perusahaan nasional bekerja sama dengan perusahaan asing. Perusahaan patungan ini didi¬rikan dengan tujuan utama memproduksi barang-barang tujuan ekspor. Perusahaan patungan banyak bermunculan, terutama di negara-negara sedang berkembang yang dianggap memiliki keunggulan tertentu, se¬perti tersedianya tenaga kerja yang banyak dan murah, bahan baku yang melimpah, dan lain-lain.

Negara-negara industri maju, seperti Jepang, AS, Inggris, Perancis, Jerman, Canada, dan Italia yang tergolong negara-negara G-7, sangat berambisi untuk merelokasi usahanya ke berbagai negara sedang ber-kembang, seperti Indonesia, guns mengejar efisiensi dan efektivitas usaha. Hal yang same juga dilakukan oleh negara-negara industri barn, seperti China, India, Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong, yang juga berambisi untuk melakukan ekspansi usaha ke berbagai negara sedang berkembang.


BAB 7
LEMBAGA PENDUKUNG EKSPOR IMPOR

Lembaga pendukung ekspor impor adalah lembaga pemerintah, swasta, atau lembaga asing yang secara langsung bertugas mendukung kelancaran bisnis ekspor impor. Keberadaan eksportir dan importir yang merupakan pelaku utama dalam bisnis ekspor impor, tidak akan dapat berfungsi dengan balk tanpa dukungan dari lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendukung ekspor impor di Indonesia terdiri dari (a) lembaga kepabeanan (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai), (b) bank-bank devisa di dalam negeri dan di luar negeri, (c) perusahaan jasa transportasi atau freight forwarder, (d) pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), (e) perusahaan pengangkutan (laut, udara, darat), (f) perusahaan asuran¬si, (g) kedutaan asing di Indonesia, (h) kedutaan Indonesia di luar negeri, (i) perusahaan surveyor, (j) lembaga pemeriksa mutu barang, (k) Depar¬temen Perdagangan dan Perindustrian, (1) Departemen Keuangan, (m) Dings Perdagangan provinsi dan kabupaten/kota, (n) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan lain lain.

1. Lembaga Kepabeanan (Ditjen Bea dan Cukai)
Lembaga kepabeanan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dapat diibaratkan sebagai penjaga perbatasan negara dalam bidang ekspor impor. DJBC adalah lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan RI yang mempunyai tugas pokok "melaksanakan se¬bagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang bea dan cukai berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemu¬ngutan bea masuk dan cukai, serta pungutan lainnya berdasarkan per¬undang-undangan yang berlaku".

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah
bean, serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Kawasan pabean mmaiah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar j4ara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sevenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan -xai. Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan UU Kepabeanan !fig dikenakan terhadap barang yang diimpor. Bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan UU Kepabeanan yang dikenakan terhadap
zarang ekspor.

DJBC, sesuai Pasal 2 KMK 32/KMK.01/1998, jugs memiliki fungsi:
a. Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuang¬an dan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang ber¬laku;
b. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi, dan peng¬amanan teknis operasional kebijaksanaan pemerintah yang berkait¬an dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetap¬kan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang¬undangan yang berlaku;
c. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan peng¬amanan teknis operasional di bidang pemungutan bea masuk dan cukai, serta pungutan lainnya yang pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Perencanaan, pembinaan di bidang pemberian pelayanan, perizin¬an, kernudahan, ketatalaksanaan dan pengawasan di bidang ke¬pabeanan dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepa¬beanan dan cukai, dan penindakan di bidang kepabeanan dan cu¬kai, serta penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 1 dan 2 KMK 32/1998, tugas pokok dan fungsi DJBC meliputi:

a. Fungsi sebagai penarik fiskal dalam bentuk bea masuk, cukai, atau pajak lainnya.
b. Fungsi sebagai penegak hukum di bidang kepabeanan.
c. Fungsi sebagai penjaga keamanan nasional, kesehatan masyarakat, dan budaya nasional dari unsur-unsur politik, budaya, sosial, dan barang yang mempunyai daya merusak dalam masyarakat.

2. Bank-bank Devisa di Dalam Negeri dan Luar Negeri
Bank-bank devisa yang ada di dalam negeri ataupun di luar negeri, berperan besar dalam menjamin kelancaran transaksi pembayaran eks¬por impor. Bagi importir Indonesia yang ingin mengimpor barang dari luar negeri, bank devisa di Indonesia berfungsi sebagai bank pembuka (opening bank) dalam penerbitan Surat kredit berdokumen atau letter of credit atau L/C Impor. L/C Impor ini dibuka oleh importir Indonesia atas nama eksportir di luar negeri. L/C Impor tersebut oleh bank pembuka di Indonesia kemudian diteruskan ke bank devisa di luar negeri yang ber¬tindak sebagai bank korenspondensi ataupun sebagai bank penerus (advising bank). L/C Impor dari Indonesia oleh bank penerus di luar nege¬ri kemudian diberitahukan kepada eksportir. Selanjutnya, jika eksportir telah dapat memenuhi sejumlah dokumen yang diperayaratkan dalam L/C tersebut maka pihak eksportir dapat menagih pembayaran L/C me¬lalui bank penerus yang ada di negara eksportir.

Bank devisa di dalam negeri, di lain pihak juga dapat berfungsi se¬bagai bank penerus yang menerima L/C Ekspor. L/C Ekspor adalah L/C yang dibuka oleh pembeli (importir) di luar negeri yang ingin membeli barang dari penjual (eksportir) yang ada di Indonesia. Dengan adanya L/C Ekspor, eksportir Indonesia tidak perlu takut mengekspor barangnya ke luar negeri karena sudah ada jaminan pembayaran berupa L/C Eks¬por. L/C Ekspor dibuka oleh importir di luar negeri melalui bank devisa (bank pembuka) di negara importir yang kemudian meneruskan L/C Eks¬por tersebut kepada bank devisa (bank penerus) yang ada di Indone¬sia.

Bank-bank devisa dapat pula berperan dalam pemberian kredit ekspor, kredit modal kerja, kredit investasi, jasa penagihan wesel ekspor, dan lain-lain. Bank-bank devisa di Indonesia juga berperan dalam pe¬nerbitan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri atau SKBDN atau L/C Lokal. L/C Lokal digunakan untuk membantu kelancaran transaksi per¬dagangan di dalam negeri (di Indonesia), yang para penjual dan pembeli letaknya berjauhan sehingga membutuhkan jasa bank sebagai pihak ketiga agar ada jaminan pembayaran dan jaminan penerimaan barang.
3. Perusahaan Jasa Transportasi dan Jasa Kepabeanan
Pelaku usaha ekspor impor dalam banyak kasus, lebih senang me¬makai jasa parantara dalam pengurusan transportasi ataupun peng¬urusan izin kepabeanan. Penggunaan jasa perantara memang dapat menambah biaya namun dapat mempermudah pekerjaan eksportir ataupun imporin Perusahaan jasa transportasi atau freight forwarder atau forwading agent adalah badan usaha yang bertugas menangani pengurusan transportasi yang meliputi pengumpulan muatan, melaku¬kan pengepakan, mengurus dokumen pengangkutan, hingga membu¬kukan muatan aneka wahana yang biasa diperdagangkan. Tugas freight forwarder lebih lugs dari tugas perusahaan ekspedisi, seperti EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), EMKU (Ekspedisi Muatan Kapal Udara), dan EMKA (Ekspedisi Muatan Kereta Api).

Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) adalah badan ,.;saha yang melakukan kegiatan pengurusan kewajiban pabean untuk Jan atas kuasa importir atau eksportir. Pengurusan pemberitahuan pabean dapat dilakukan oleh pengangkut, importer, atau eksportir yang oertindak sebagai pemilik barang. Namun, mengingat tidak semua pe¬milik barang menguasai ketentuan tentang tats laksana kepabeanan atau karena suatu hal tidak dapat menyelesaikan sendiri kewajiban pabean maka UU Kepabeanan memberi kemungkinan kuasa penyele¬saian kewajiban pabean tersebut kepada PPJK yang telah terdaftar di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.

Importir bertanggung jawab terhadap bea masuk dan pajak yang terutang sejak tanggal pemberitahuan pabean atas impor, berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean atas impor dan nilai pabean. Bea masuk atas barang impor merupakan tanggung jawab importir yang beraangkutan, kecuali jika pengurusan pemberitahuan impor dikuasakan kepada PPJK dan importir tidak diketemukan, misainya melarikan diri maka tanggung jawab atas bea masuk beralih ke PPJK. Untuk itu, PPJK harus mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan kepabeanan, perpajakan, dan ketentuan lain di bidang impor dan eks¬por, agar dapat membantu kelancaran tugas dan fungsi DJBC sehingga diharapkan PPJK sebagai mitra DJBC dapat bekerja sama beraama-sama di bidang kepabeanan.

4. Perusahaan Pengangkutan (Laut, Udara, Darat)
Perusahaan pengangkutan 'harus dibedakan dengan perusahaan jasa pengangkutan/perusahaan jasa transportasi/freight forwarder. Perusahaan pengangkutan adalah perusahaan yang memiliki dan meng-operasikan alat-alat pengangkutan, seperti kapal laut, pesawat udara, atau kereta api, sedangkan perusahaan jasa pengangkutan hanya ber¬gerak dalam jasa pelayanan pengurusan pengangkutan barang.

Barang-barang ekspor impor dapat diangkut melalui perusahaan pelayaran samudra (jalur laut), perusahaan penerbangan, atau per¬usahaan kereta api. Pengangkutan barang ekspor impor sebagian besar dilakukan melalui jalur laut. Perusahaan pelayaran samudera, di samping berperan dalam pengangkutan barang ekspor antarnegara, juga berpe¬ran menerbitkan dokumen pelayaran. Keberadaan dokumen pelayaran atau Bill of Lading atau B/L atau konosemen sangat penting karena dokumen ini dapat digunakan oleh eksportir untuk mendapatkan pem¬bayaran via L/C yang diterimanya dari importir. Di samping itu, dokumen B/L juga berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan barang yang diangkut oleh kapal laut.

5. Perusahaan Asuransi atau Maskapai Asuransi
Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti. Perusa¬haan asuransi ikut berperan besar dalam memperlancar kegiatan bisnis ekspor impor. Perdagangan luar negeri adalah termasuk jenis usaha yang penuh dengan risiko. Barang-barang ekspor dapat hilang atau rusak karena berbagai macam sebab. Bahkan, kapal pengangkut barang ekspor bisa saja tenggelam di tengah laut. Risiko semacam ini tentu saja akan sulit jika hanya ditanggung oleh eksportir ataupun importir. Untuk mengantisipasi hal ini, diperlukan peran perusahaan asuransi guna ikut membantu menjamin risiko kehilangan atau kerusakan. Berbagai macam skim penjaminan asuransi dapat dimanfaatkan para pelaku bisnis ekspor impor. Risiko-risiko tersebut memang menjadi objek utama perusahaan asuransi yang hidupnya bergantung dari hasil pemasukan berupa premi asuransi yang dibayarkan oleh para nasabahnya.

6. Kedutaan Asing dan Kedutaan Indonesia
Kantor kedutaan asing yang ada di Jakarta dapat digunakan seba¬gai sumber informasi tentang potensi pasar ekspor produk Indonesia di negara-negara yang beraangkutan. Para eksportir dari Indonesia dapat meminta informasi lewat surat atau email kepada kedutaan-ke¬dutaan asing yang ada di Indonesia perihal jenis barang apa saja yang dibutuhkan oleh negara beraangkutan, serta alarnat perusahaan di ne¬gara tersebut yang dapat dihubungi dan dijadikan sebagai rekanan bisnis. Selain itu, para eksportir Indonesia juga perlu mengetahui prose¬dur ekspor impor yang berlaku di negara tersebut agar transaksi perda¬gangan berjalan lancar.

Beberapa kedutaan asing di Indonesia ada pula yang mensyaratkan pembuatan faktur konsulat atau cosuler invoiche terhadap barang-ba¬rang yang akan diekspor ke negara mereka. Faktur konsulat berfungsi untuk mengecek kebenaran data barang ekspor serta mengesahkan pengapalan barang-barang ekspor ke negara-negara tertentu. Tidak semua negara memberlakukan ketentuan faktur konsulat.

7. Surveyor dan Pemeriksa Mutu Barang
Surveyor adalah perusahaan survei yang mendapat otorisasi dari dan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis atas ekspor dan impor sebelum must barang. Dalam kaitan ekspor barang, perusahaan surveyor dibutuhkan untuk memeriksa kebenaran teknis atas barang yang akan diekspor, dan ke¬mudian menerbitkan sertifikat hasil pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai pegangan oleh pihak eksportir ataupun importir. Di sisi lain, perusahaan surveyor juga dibutuhkan dalam kaitan dengan impor ba¬rang, yaitu dengan memeriksa barang yang akan diimpor ke Indonesia guna kepentingan pembayaran pajak atau pembebanan bea masuk. Perusahaan surveyor di Indonesia yang tergolong besar saat ini adalah PT (Persero) Sucofindo dan PT (Persero) Surveyor Indonesia.

Lembaga pemeriksa mutu barang adalah lembaga yang bertugas melakukan pengujian mutu barang dan selanjutnya menerbitkan ser¬tifikat mutu barang. Kebanyakan lembaga semacam ini adalah lembaga Dernerintah, seperti Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB) di Jalan Raya Bogor Km 26, Ciracan, Jakarta Timur. PPMB mempunyai banyak cabang di berbagai daerah, yang dinamakan Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu 3arang (BPSMB).

8. Departemen dan Instansi Terkait
Kelancaran bisnis ekspor impor juga ditunjang oleh peran Depar¬temen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengembangan Eks¬:)or Nasional (BPEN), serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan pro¬iins i/ka bu pate n/kota. Departemen Perdagangan bertugas meningkat¬
BKPM berperan mengoordinasikan kegiatan Penanaman Modal ,ksing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) agar dapat -nemajukan perekonomian Indonesia. BKPM juga berwenang menge¬luarkan Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT) atau Angka Pengenal importir Produsen (API-Produsen) yang khusus diperuntukkan bagi per¬-sahaan PMA/PMDN yang ingin melakukan impor. Sementara itu, Badan pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) berperan melakukan kegiatan xornosi dan membantu pemasaran produk ekspor Indonesia di luar negeri.

Dinas Perdagangan provinsi berwenang mengeluarkan Angka Pe¬-genal Impor Umum (API Umum) bagi perusahaan yang ingin mengimpor :zrang untuk diperdagangkan kembali. Dinas Perdagangan provinsi juga berwenang mengeluarkan Surat Keterangan Asa[ (SKA) atau Certificate YOrigin yang diperlukan untuk kegiatan ekspor barang. Sementara Dinas ~rdagangan kabupaten/kota lebih banyak berperan dalam hal pembinaan usaha kecil yang berorietasi ekspor.


BAB 8
BARANG EKSPOR, PEB, SKA

1. Kategori Barang Ekspor
Barang-barang ekspor dapat dikategorikan menjadi empat kelom¬pok: (a) barang yang diatur ekspornya, (b) barang yang diawasi ekspor¬nya, (c) barang yang dilarang ekspornya, dan (d) barang yang bebas ekspornya. Kategori barang ekspor perlu diperhatikan karena berkaitan dengan perbedaan tata cara pelaksanaan ekspor barang yang beraang¬kutan. Keempat kategori barang ekspor tersebut sama-sama mensya¬ratkan perlu adanya izin-izin yang tergolong syarat umum, seperti SIUP, TDP, dan NPWP.

Barang yang Diatur Ekspornya adalah barang yang tata niga eks¬pornya diatur oleh Menteri Perdagangan, Berta barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar. Pengaturan barang eks¬por dilakukan sejalan dengan ketentuan perjanjian internasional, bila¬teral, regional ataupun multilateral dalam rangka: (a) menjamin tersedia¬nya bahan baku bagi industri dalam negeri, (b) melindungi lingkungan dan kelestarian alam, (c) meningkatkan nilai tambah, (d) memelihara prin¬sip-prinsip K3LM (Kesehatan, Keamanan, Keselamatan, Lingkungan, Moral Bangsa), dan (e) meningkatkan daya saing dan posisi tawar produk Indonesia.

Eksportir barang yang diatur ekspornya harus (a) memenuhi perayaratan umum sebagai eksportir, (b) memenuhi perayaratan khusus sesuai barang yang diatur, (c) mendapat pengakuan sebagai eksportir terdaftar dari Menteri Perdagangan cq Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Barang yang diatur ekspornya meliputi kopi, rotan, produk industri ke¬hutanan, prekuraor, intan, dan timah batangan.

Barang yang Diawasi Ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Perin¬dustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk. Ekspor komoditi yang diawasi hanya dapat dilakukan apabila terdapat surplus produksi dan tidak mengganggu konsumsi di dalam negeri. Pelaksanaan ekspor hanya dapat dilakukan oleh eksportir setelah mendapat persetujuan dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk dan telah mendapatkan rekomendasi dari instansi atau departemen terkait.

Barang yang diawasi ekspornya meliputi (a) sapi dan kerbau, (b) kulit buaya dalam bentuk wet-blue, (c) binatang liar dan tumbuhan alam (APP II CITES), (d) anak ikan napoleon dan ikan napoleon, (e) benih ikan bandeng, (f) inti kelapa sawit, (g) minyak dan gas bumf, (h) emas murni, (i) perak, (j) pupuk urea, (k) skrap besi/baja, khusus yang berasal dari Pulau Batam, serta (1) skrap dari stainlesa, tembaga, kuningan, dan alu-minium.

Penetapan barang yang diawasi ekspornya disebabkan karena barang tersebut sangat dibutuhkan di dalam negeri, yaitu untuk (a) menjaga stabilitas pengadaan dan konsumsi dalam negeri, (b) menjaga kelestarian alam, dan (c) memenuhi kebutuhan serta mendorong pengem¬bangan industri di dalam negeri. Dasar hukum dari barang yang diawasi ekspornya adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 558/MPP/KEP/12/1998 juncto Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor O1/M-DAG/PER/1/2007 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor.

Eksportir yang akan mengekspor barang yang diawasi ekspornya harus (a) memenuhi perayaratan umurn sebagai eksportir, (b) memenuhi perayaratan khusus, yaitu telah mendapat rekomendasi dari direktur pembina teknis yang beraangkutan dan atau instansi/departemen lain yang terkait, dan (c) mendapat persetujuan ekspor dari Menteri Perda¬gangan atau pejabat yang ditunjuk.

Barang yang Dilarang Ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor atau barang yang dilarang untuk diekspor. Penetapan barang yang dilarang ekspornya dilakukan: (a) untuk menjaga kelestarian alam, (b) karena tidak memenuhi standar mutu, (c) untuk menjamin kebutuhan bahan baku bagi industri kecil/pengrajin di dalam negeri, (d) untuk me¬ningkatkan nilai tambah produk dalam negeri, dan (e) karena barang tersebut merupakan barang bernilai sejarah dan budaya.

Barang yang dilarang ekspornya meliputi (1) Produk perikanan, yaitu anak ikan dan ikan arwana, benih ikan sidat, ikan hisa jenis botia, udang galah dan udang penaedae. (2) Produk kehutanan, yaitu (a) kayu bulat, bahan baku serpih, bantalan kereta api atau trem dari kayu dan kayu gergajian; (b) rotan asalan dari hutan alam (manau, rotan batang, rotan lambang, rotan pulut, rotan tohiti, rotan semambu dan jenis lainnya sudah dirunti, belum dicuci, diasap, atau dibelerang), dan rotan setengah jadi yang bahan bakunya dari rotan asalan dari hutan alam (hati dan kulit rotan). (3) Produk pertambangan, yaitu (a) pasir alam, pasir silica, dan pasir kwaraa, pasir laut; b) tanah list, tanah diatomea, dan top soil (ter¬masuk tanah pucuk atau humus); c) bijih timah dan konsentratnya, abu dan residu yang mengandung arsenik, logam atau senyawanya, dan lain-lain, terutama mengandung timah; d) batu mulia. (4) Produk perkebunan, yaitu karet bongkah, bahan remailing & rumah asap. (5) :'roduk peternakan, yaitu (a) kulit mentah, pickled & wet-blue dari binatang melata/reptil; (b) binatang liar & tumbuhan alam yang dilindungi dalam appendix I & III CITES. (6) Produk industri, yaitu (a) skrap besi/baja, ke¬=.,ali yang berasal dari Pulau Batam; (b) skrap dari ingot hasil peleburan #.ernbali skrap. (7) Barang budaya, yaitu barang kuno yang bernilai kebudayaan.

Dasar hukum dari barang yang dilarang ekspornya meliputi:
a. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 588/ MPP/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, sebagaimana telah beberapa kali diubah, dan terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Ol/M-DAG/ PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007;
b. Peraturan Beraama Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Kehutanan Nomor 08/MIND/PER/2/2006, Nomor 01/ M-DAG/PER/2/2006, dan Nomor P.08/Menhut-VI/2006 tanggal 1 Februari 2006 tentang Pencabutan Keputusan Beraama antara Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/Menhut-VI/2004 dan Nomor 598/MPP/Kep/9/2004 tanggal 24 September 2004 tentang Larangan Ekspor Bantalan Rel Kereta Api dari Kayu dan Kayu Gergajian;
c. Keputusan Beraama Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 1132/KPTS11/2001 dan Nomor 292/MPP/ Kep/10/2001 tanggal 8 Oktober 2001 tentang Penghentian Ekspor Kayu Bulat dan Bahan Baku Serpih;
d. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02/MDAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007 tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah, dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk atau Humus).

Barang yang Bebas Ekspornya adalah barang yang tidak termasuk dalam kategori barang yang diatur, diawasi, atau dilarang ekspornya. Penetapan barang yang bebas Adalah untuk kepentingan diversifikasi produk dan diversifikasi pasar, serta untuk peningkatan daya sat-gig produk lokal. Selanjutnya, daftar barang yang diatur, diawasi,dan dilarang ekspornya, sesuai aturan terbaru, yaitu Permendag Nomor 01/M-DAG/PER/1/2007, dapat dilihat pada Lampiran 1-3.

Dasar hukum dari penetapan barang yang dibebaskan ekspornya, meliputi :
a. Keputusan Menter.4 Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/ MPP/Kep/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 tentang Ketentuan Umum di bidang Ekspor, sebagaimana telah beberapa kali diubah, dan terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/ M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007;
b. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 04/M/Kep/12/2004
tentang Ketentuan Ekspor Tekstil dan Produksi Tekstil (TPT).

Ekspor terhadap barang yang dibebaskan ekspornya dapat dilaku¬kan oleh setiap perusahaan atau perorangan yang telah memiliki perayaratan umum, yaitu (a) fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); (b) fotokopi Izin Usaha dari departemen teknis/lembaga pemerintah non departemen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (c) fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Khusus Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), melalui Agreement on Textile and Dothng (ATC) dari WTO, sejak 1 Januari 2005 perdagangan TPT dunia mengikuti ketentuan umum WTO sehingga TPT termasuk barang .ang bebas ekspor dengan ketentuan:

a. TPT dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang telah memiliki perayaratan umum;
b. Ekspor TPT tanpa dibatasi, balk jumlah maupun negara tujuan ekspor;
c. Ekspor TPT ke Amerika Serikat, Canada, Uni Eropa, dan Turki wajib disertai dengan Surat Keterangan Asal (SKA);
d. Setiap penerbitan SKA oleh Instansi Penerbitan SKA dalam rangka ekspor TPT, wajib dilampiri tindasan ash (original copy), master B/L atau kopi AWB, serta dokumen lainnya yang diperayaratkan sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Barang Ekspor yang Dikecualikan
Di samping jenis-jenis barang ekspor yang termasuk dalam keten¬--an umum di bidang ekspor, jugs dikenal adanya jenis "barang ekspor tang dikecualikan". Pengaturan secara khusus ini dilakukan dalam rang-4.-- untuk menyederhanakan prosedur dan untuk meningkatkan kelancar¬zi- arcs pengeluaran barang-barang tertentu ke luar negeri. Jika penge¬t-ar-an barang ekspor pada umumnya menggunakan PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) maka pengeluaran barang ekspor yang dikecualikan ini menggunakan PERT (Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu).

Dasar hukum dari barang ekspor yang dikecualikan, yaitu:
a. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 225/KP/X/1995 tanggal 11 Oktober 1995 tentang Pengeluaran Barang-barang ke Luar Negeri di Luar Ketentuan Umum di Bidang Ekspor;
b. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 317/MPP/ 9/1997 tanggal 10 September 1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 225/KP/X/1995 tanggal Oktober 1995 tentang Pengeluaran Barang-barang ke Luar Negeri di Luar Ketentu¬an Umum di Bidang Ekspor.

Barang ekspor yang dikecualikan meliputi: barang pindahan, barang xr_impang, barang pelintas batas, barang diplomatik, barang keperlu¬w misi, barang untuk diperbaiki, barang asal impor berdasarkan Pasal
Ordonansi Bea, barang pameran, barang contoh, barang cendera mzr alhadiah, barang kiriman, barang kerajinan dan barang lainnya. Barang¬lar-ang ekspor yang dikecualikan ini tidak terkena ketentuan umum di bidang ekspor sehingga tidak diperlukan adanya persetujuan penge¬karan barang ke luar negeri dari Departemen Perdagangan.

Barang pameran, barang contoh, dan barang kiriman yang termasuk 3a-+g yang diawasi ekspornya atau barang yang diatur ekspornya, yang ID&K diatur dalam ketentuan pengeluaran barang ke luar negeri di luar ketentuan umum di bidang ekspor, dikenakan ketentuan tata niaga ekspor barang-barang yang bersangkutan.

Perayaratan pengeluaran barang yang dikecualikan ke luar negeri meliputi:

(1) Barang pindahan, yaitu barang perabot atau slat rumah tangga Yang dipakai oleh orang asing yang berdomisili di Indonesia sebagai kelengkapan rumah tangga yang dibawa pindah ke luar daerah pabean Indonesia. Perayaratan yang diperlukan: (a) paspor dan visa kepindahan; (b) keterangan pindah dari perusahaan atau instansi Yang beraangkutan; (c) daftar barang/packing list.
(2) Barang penumpang, yaitu barang penumpang kapal laut, kapal udara, atau penumpang angkutan darat yang dibawa oleh penum¬pang beraangkutan pada saat keberangkatannya ke luar daerah pabean Indonesia. Perayaratan yang dibutuhkan: (a) paspor yang beraangkutan; (b) tiket.
(3) Barang pelintas batas adalah barang yang dibawa penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara Yang memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah per¬batasan melalui pos pengawas lintas batas. Perayaratan yang di¬butuhkan: (a) Kartu Pas Pelintas Batas; (b) Nilai tidak meiebihi dari ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian perbatasan.
(4) Barang diplomatik adalah barang keperluan pribadi anggota diplo¬matik dan konsuler termasuk anggota keluarganya, barang keper¬luan resmi serta barang lainnya untuk keperluan kantor perwakilan diplomatik dan konsuler yang dibawa keluar daerah pabean Indo¬nesia. Perayaratan yang diperlukan: (a) surat keterangan dari keduta¬an atau konsulat asing yang beraangkutan atau surat keterangan dari Departemen Luar Negeri RI; (b) paspor dan tiket.
(5) Barang keperluan misi. Barang keperluan misi terdiri dari:
(a) Barang kebutuhan misi agama, yaitu barang yang dibawa ke luar daerah pabean Indonesia untuk keperluan misi agama yang mendapat rekomendasi dari Departemen Agama RI;
(b) Barang keperluan misi olahraga, yaitu barang yang dibawa keluar daerah pabean Indonesia untuk keperluan misi olahraga Yang mendapat rekomendasi dari induk organisasi olahraga bersangkutan atau instansi yang berwenang.
(c) Barang keperluan misi kesenian, yaitu barang dibawa ke luar daerah pabean Indonesia untuk keperluan misi kesenian yang mendapat rekomendasi dari Departemen Pendidikan Nasional;
(d) Barang keperluan misi kebudayaan adalah barang yang dibawa ke luar daerah pabean Indonesia untuk keperluan misi kebuda¬yaan dalam rangka meningkatkan pengetahuan/memper¬kenalkan kebudayaan yang mendapat rekomendasi dari Depar¬temen Pendidikan Nasional;
(e) Barang keperluan penelitian adalah barang yang dibawa ke luar daerah pabean Indonesia untuk keperluan penelitian yang mendapat rekomendasi dari instansi yang berwenang;
(f) Barang keperluan misi kemanusiaan adalah barang yang di¬kirim ke luar daerah pabean Indonesia dalam rangka bantuan kemanusiaan yang mendapat rekomendasi dari Departemen Sosial atau Palang Merah Indonesia.

Perayaratan untuk membawa barang keperluan misi ke luar negeri adalah surat keterangan dari departemen/instansi/lembaga yang berkepentingan.

(6) Barang untuk diperbaiki, yaitu barang yang dikirim ke luar dari dae¬rah pabean Indonesia untuk keperluan perbaikan tanpa mengubah sifat hakikinya. Perayaratan yang dibutuhkan adalah surat pernya-taan dari pemilik atau kontrak perjanjian dengan salah satu klausul tentang layanan purnajual untuk perbaikan kerusakan.
(7) Barang asal impor, yaitu barang yang diatur berdasar Pasal 23 Ordo¬nansi Bea, yaitu barang asal impor untuk penggunaan sementara yang dikirim kembali ke luar daerah pabean Indonesia setelah diguna¬kan di dalam daerah pabean Indonesia. Perayaratan: (a) kontrak jual bell yang memuat klausul kewajiban mengembalikan kemasan (tempat) setelah barang digunakan, atau kewajiban mengembalikan barang yang tidak sesuai dengan kontrak; (b) membayar bea masuk sesuai ketentuan apabila barang tersebut tidak direekspor kembali.
(8) Barang kiriman, yaitu barang dagangan atau bukan barang da¬gangan yang dikirim ke luar daerah pabean Indonesia melalui pos, kapal laut, kapal udara, atau angkutan darat melalui perusahaan jasa titipan atau angkutan. Perayaratan yang dibutuhkan: nilai barang kiriman tidak boleh melebihi Rp300 juts. Ketentuan ini dapat dimanfaatkan oleh perseorangan ataupun perusahaan Skala kecil atau perusahaan pemula yang ingin mengekspor barang secara mudah. Dengan cara ini, pengusaha tidak perlu menempuh prosedur ekspor yang rumit dan panjang.
(9) Barang pameran, yaitu barang yang dikirim ke luar daerah pabean Indonesia untuk keperluan pameran dagang atau pameran lainnya. Perayaratan yang diperlukan: (a) undangan mengikuti pameran; (b) bukti keikutsertaan dalam pameran; (c) bukti penyelenggaraan pameran.
(10) Barang contoh, yaitu barang yang dikirim ke luar daerah pabean Indonesia untuk keperluan contoh, dalam jumlah yang wajar dan tidak untuk diperdagangkan. Perayaratan yang dibutuhkan adalah surat pernyataan dari perusahaan yang mernuat keperluan dilaku¬kannya pekerjaan tersebut.
(11) Barang cendera mata/hadiah, yaitu barang yang dihadiahkan ke¬pada perseorangan/organisasi/lembaga di luar negeri. Perayaratan yang diperlukan adalah mencantumkan maksud pemberian, nama, dan alamat perorangan penerima/organisasi, jenis dan jumlah barang.
(12) Barang kerajinan rakyat Indonesia, yaitu barang-barang kerajinan rakyat Indonesia yang ditetapkan oleh Direktur lenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan RI. Perayaratan yang dibutuhkan adalah sepanjang barang tersebut bukan me¬rupakan barang dagangan.
(13) Barang lain yang -dikirim ke luar negeri untuk dimasukkan kembali ke daerah pabean Indonesia", yaitu barang lainnya yang tidak termasuk dalam pengertian butir 1 s.d. 12 yang dikirim ke luar daerah pabean Indonesia dan akan dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean Indonesia. Perayaratannya dibuktikan dengan surat pernyataan dari pemilik atau kontrak perjanjian yang salah satu klausuinya menyatakan layanan purnajual untuk perbaikan atas kerusakan barang.

3. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan kepada Kantor Ditjen Sea dan Cukai dengan mengisi formulir Pemberitahuan Ekspor Barang PEB) atau dikirim melalui media elektronik. Eksportir wajib mengisi PEB Jengan lengkap dan benar. Pengadaan formulir PEB dapat dilakukan oleh -:mum dan dibuat dalam rangkap tiga, dengan ketentuan: lembar kesatu .xtuk Ditjen Bea dan Cukai, lembar kedua untuk BPS Jakarta, dan lembar cetiga untuk Bank Indonesia. 3ika diperlukan, eksportir dapat membuat embar copy tambahan sesuai kebutuhan, yang merupakan copy lembar asli dengan tanda tangan asli. PEB tersebut akan diteliti oleh petugas Bea Cukai untuk digunakan sebagai dasar penerbitan Persetujuan Ekspor (PE).

Barang ekspor yang tidak diwajibkan menggunakan PEB, tetapi wajib menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) meliputi:

• Barang kiriman yang nilainya Rp300 juts atau kurang;
• Barang pindahan, barang penumpang, barang awak sarana pieng¬angkut, atau barang pelintas batas;
• Barang diplomatik;
• Barang yang dikirim ke luar negeri untuk dimasukkan kembali ke dae¬rah pabean;
• Cendera mats;
• Barang kerajinan rakyat;
• Barang contoh;
• Barang untuk kepentingan penelitian.

Barang ekspor di atas wajib diberitahukan dengan menggunakan Demberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) yang bentuknya telah ditetapkan, kecuali untuk:

• Barang penumpang dan barang awak sarana pengangkut;
• Barang pelintas batas yang menggunakan Pemberitahuan Pabean sesuai ketentuan perjanjian perdagangan pelintas batas;
• Barang dan atau kendaraan bermotor yang diekspor kembali de¬ngan menggunakan dokumen yang diatur dalam ketentuan kepa¬beanan internasional.

Pelunasan PEB untuk barang yang terutang pungutan negara dalam rangka ekspor, terlebih dulu diajukan ke bank devisa untuk pelunasan¬nya. Di luar hari dan jam kerja bank devisa, pelunasan pungutan negara dalam rangka ekspor dapat dilakukan di Kantor Ditjen Bea dan Cukai. Sementara pelunasan PEBT untuk barang yang terutang pungutan negara dalam rangka ekspor, dilakukan di Kantor Bea dan Cukai.

Barang yang PEB dan PEBT-nya telah didaftarkan dan akan dimuat atau telah dimuat di sarana pengangkutan untuk dikeluarkan dari daerah oabean, dianggap telah diekspor dan diberlakukan sebagai barang ekspor. DEB atau PEBT barang ekspor yang menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk, penangguhan pembayaran PPN atau PPn-BM, dan pengem¬balian bea masuk, serta pernbayaran pendahuluan PPN atau PPn-BM dalam rangka ekspor, wajib dilengkapi dengan Surat keterangan LPS-E (Laporan Pemeriksaan Surveyor Ekspor). LPSE adalah laporan pemerik¬saan barang ekspor yang dilakukan oleh surveyor di daerah pabean. LPS-E dikeluarkan oleh PT. (Persero) Surveyor Indonesia atau PT. (Persero) Sucofindo, yaitu perusahaan BUMN yang khusus bergerak di bidang jasa surveyor. LPS-E dibutuhkan untuk mencocokkan kesesuaian data di la¬pangan guns kepentingan penarikan pajak.

Eksportir tertentu dapat memberitahukan ekspor barang yang di¬laksanakan dalam periode waktu yang ditetapkan dengan menggunakan PEB Berkala. PEB Berkala adalah pemberitahuan ekspor barang yang diajukan atas pelaksanaan ekspor barang dalam periode waktu tertentu. Penggunaan fasilitas PEB Berkala tersebut dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Direktu r lenderal Perdagangan Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk, dan diberikan dalam hal eksportir mempu¬nyai reputasi yang balk serta mempunyai kriteria sebagai berikut:

• Frekuensi ekspornya tergolong tinggi,
• Jadwal sarana pengangkut barang ekspor tersebut tidak menentu,
• Lokasi pemuatan barang ekspor tersebut jauh dari Kantor Ditjen Bea dan Cukai dan atau bank devisa,
• Barang beraangkutan diekspor melalui saluran pips atau jaringan transmisi, atau
• Berdasarkan pertimbangan Dirjen Perdagangan Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk pengeksporan barang perlu menggunakan PEB Berkala.